Postingan

Menampilkan postingan dengan label review

Blindness (Jose Saramago)

Gambar
" If you can see, look.   If you can look, observe. " -- Book of Exhortations Akhir pekan lalu saya menamatkan novel Blindness karya Jose Saramago. Seorang teman merekomendasikannya sebagai satu di antara 5 novel favoritnya sepanjang masa. Novel  yang ditulis peraih Nobel Sastra 1998 asal Portugal ini bercerita tentang wabah kebutaan yang melanda warga sebuah kota. Bukannya menjadi hitam kelam, yang tampak di mata mereka justru putih pekat seperti dalam kabut tebal.  Dalam dunia orang buta, yang bisa melihat akan menjadi raja. Istri seorang dokter mata di kota itu secara tak terjelaskan menjadi satu-satunya yang tak terjangkiti wabah. Dialah yang menuntun mereka menghadapi berbagai perkara dalam ruang karantina bagi penderita kebutaan, hingga wabah tersebut terangkat dan penglihatan mereka satu per satu pulih.  Dalam dua pekan terakhir, semenjak malam pergantian tahun, saya tidak bisa login ke facebook. Secara metaforis rasanya seperti kehilangan penglihata

Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan

Gambar
Agustinus WIbowo  Senang rasanya menamatkan Titik Nol . Buku ini pertama mulai saya buka pada Agustus dan baru selesai dibaca Desember 2013. Mengapa begitu lama untuk bacaan selezat ini? Saya suka berlambat-lambat untuk membaca buku Agustinus Wibowo.  Dua buku sebelumnya dari pengarang yang sama, Selimut Debu dan Garis Batas , juga baru habis saya baca dalam tempo lebih dari tiga bulan. Rasanya enggan berpisah cepat-cepat dengan kisah yang dituliskannya. Saya suka baca ulang bagian-bagian tertentu, sebelum melanjutkan ke bagian lain. Saya menikmati setiap kalimat yang dituliskannya, setiap paragraf yang membentuk bangunan ceritanya. Agustinus seorang penulis sangat apik. Dia peka terhadap psikologi pembaca. Saya tak bertemu rasa bosan di sepanjang buku setebal lebih dari 500-an halaman ini. Dia sering menggunakan kalimat bersajak, perumpamaan yang kreatif, deskripsi yang penuh warna.  Bukan hanya pengalamannya yang luar biasa, cara dia menceritakannya pun istimewa. Penggalan penga

Delivering Happiness: Memadukan Passion dan Profit

Gambar
Saya sangat senang edisi Indonesia buku Delivering Happiness  karya Tony Hsieh akhirnya terbit bulan ini. Sudah berlalu hampir dua tahun sejak saya pertama mendapatkan buku ini sebagai hadiah langsung dari pengarangnya , membacanya sampai habis dalam waktu kurang dari seminggu, dan menuliskan reviewnya pertama kali di blog ini pada 20 Juni 2010. Buku yang menggugah, saya sarankan untuk dibaca para enterpreneur muda yang senantiasa butuh inspirasi dan peneguhan untuk berani menjalankan bisnis sendiri. Saya unggah ulang review tersebut di sini dengan beberapa perubahan, untuk menyambut penerbitan edisi Indonesianya. Tony Hsieh adalah pendiri  toko sepatu online yang dikelolanya dari markas yang berlokasi di Las Vegas, zappos.com. Dia adalah salah satu wirausahawan dotcom paling sukses abad ini, pertama sebagai pendiri portal periklanan online LinkExchange yang diakuisisi Microsoft pada 1998 dan sekarang sebagai CEO Zappos. Melalui buku Delivering Happiness yang ditulis Tony setelah

Pepatah Gaya Hidup

Gambar
Untuk Indonesia yang Kuat (Ligwina Hananto) Beberapa waktu lalu Koran Tempo Minggu  menurunkan liputan tentang meningkatnya kebutuhan akan konsultan perencana keuangan keluarga di kalangan kelas menengah Indonesia. Tiga perencana keuangan yang dijadikan narasumber dalam laporan itu adalah Ligwina Hananto, Safir Senduk dan Adrian Maulana. Salah satu hal menarik yang saya ingat dari rangkaian artikel di harian itu adalah pernyataan Ligwina Hananto bahwa kelas menengah Indonesia saat ini banyak yang "terjebak dalam gaya hidup." Mereka terlihat mapan dan makmur dari luar namun sesungguhnya keropos dari dalam karena tidak membuat perencanaan keuangan jangka panjang (biaya pendidikan anak, rencana pensiun, biaya kesehatan dan perjalanan wisata), serta memaksakan diri untuk mengikuti gaya hidup yang tak sesuai kemampuan keuangan mereka yang sesungguhnya. Mirip dengan gelembung yang mudah pecah. Saran-saran dari perencana keuangan itu barangkali bukan hal yang terlalu baru,

The Bone Collector

Gambar
Menonton lagi film lama ini beberapa waktu lalu. Sebuah film thriller tentang pembunuhan berantai, dibintangi Denzel Washington, Angelia Jolie dan Queen Latifah. Bagi saya film serial killer mempunyai daya tarik sendiri, karena pelaku pembunuhan berantai biasanya digambarkan sebagai seorang dengan kecerdasan luar biasa, meski kadang kekejaman dan kebrutalan aksinya bikin mual. Kecerdasan otak si pelaku dalam menyusun kepingan puzzle untuk dipecahkan lawannya seperti sebuah tantangan yang disengaja. Bisa dibayangkan ada berbagai kondisi psikologis yang mungkin melatari tindakannya. Dendam, butuh pengakuan, siksaan di masa kecil, keluarga disfungsional, antisosial, maniak, dan lain-lain.  Dalam film ini, teka-teki yang disusun pelaku terinspirasi oleh sebuah novel berjudul sama dengan filmnya. Lionel Rhyme, ahli forensik bertubuh lumpuh, yang diperankan Denzel Washington memandu  Amelia (Angelina Jolie) membongkar keping demi keping teka-teki yang ditinggalkan pembunuh, berkejaran de

Passion dan Profit

Gambar
Wow, itulah yang terucap saat saya melihat paket dari Amazon di meja pagi ini. Saya mendapat satu lagi buku Delivering Happiness! Kali ini edisi hardcover, setelah pada akhir Mei lalu mendapat dua buku yang sama edisi advance reading copy sebagai blogger yang lolos seleksi untuk mendapatkan buku gratis dari situs promosi buku ini . Wah, ujar saya dalam hati, Tony Hsieh benar-benar menjalankan apa yang dikatakannya, memberikan layanan konsumen yang “WOW”. Buku itu saya terima kurang dari dua minggu setelah peluncurannya pada 7 Juni 2010. Nama Tony Hsieh barangkali tidak terlalu dikenal di sini, demikian pula toko sepatu online yang dikelolanya dari markas yang berlokasi di Las Vegas, zappos.com. Tapi dia adalah salah satu wirausahawan dotcom paling sukses abad ini, pertama sebagai pendiri portal periklanan online LinkExchange yang diakuisisi Microsoft pada 1998 dan sekarang sebagai CEO Zappos. Melalui buku yang ditulisnya setelah Zappos diakuisisi Amazon senilai $1,2 miliar pada Novem

9 dari Nadira

Gambar
Nadira mungkin bukan sosok yang sulit dijumpai di tengah-tengah kita. Seorang wanita yang "sejak kematian ibunya memandang segala sesuatu di mukanya tanpa warna." Baginya semua tampak kusam dan kelabu, namun kisahnya menjadi rangkaian sembilan cerpen yang hidup di tangan Leila S Chudori. Telah berbilang dua puluh tahun sejak kumpulan cerpen pertamanya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti, 1989), Oktober tahun lalu Leila menghadirkan kumpulan cerpennya yang kedua 9 dari Nadira (KPG, 2009). Sesuai judulnya, ada sembilan cerpen yang terangkum di dalam buku ini, berkisah seputar kehidupan tokoh utamanya Nadira, seorang wartawati sebuah majalah mingguan di Jakarta. Cerpen-cerpen ini tidak tampil sebagai fragmen-fragmen lepas, melainkan saling terkait satu sama lain dengan gaya penceritaan yang realis. Semuanya menyangkut Nadira meski diceritakan dengan tokoh sudut pandang yang berganti-gant. Masing-masing cerita tetap mempertahankan ciri sebagai cerita pendek sekaligus ‘berc

Seperempat Detik yang Berharga

Gambar
Catatan Kedua dari buku Dan Baker, What Happy People Know Kunci untuk menghindari penyanderaan itu ternyata sebuah momen sesingkat seperempat detik! Seperempat detik itu adalah jarak antara dorongan untuk melakukan sebuah tindakan dengan tindakan itu sendiri. Momen singkat ini pertama kali dibuktikan oleh ahli bedah saraf, Dr. Benjamin Libet. Dia melakukan percobaan neurologis terhadap beberapa pasien yang tengah menjalani prosedur bedah otak. Dia menyuruh mereka menggerakkan salah satu jari sembari memantau kegiatan otak mereka secara elektronis. Saat itulah dia menemukannya: ada penundaan selama seperempat detik antara dorongan untuk menggerakkan jari dan gerakan sebenarnya. Artinya, setiap dorongan untuk bertindak yang kita rasakan—termasuk dorongan rasa takut dan amarah— memiliki jendela kesempatan selama seperempat detik yang memungkinkan kita menolak dorongan itu . Makna penemuan ini luar biasa. Seperempat detik mungkin kedengaran tidak terlalu lama, tetapi itu waktu ya

Next (Michael Crichton)

Gambar
Buku ini tak ubahnya selembar kain yang ditenun dengan benang banyak warna. Crichton menjalin ceritanya dengan begitu banyak plot dan subplot, saling berkelindan membentuk pola-pola yang rumit, namun tidak semuanya membuhul dengan kesudahan yang jelas sampai akhir.  Dari belasan alur cerita, hanya sekitar tiga yang bertemu di bagian akhir untuk mengantarkan cerita ke titik penghujungnya. Tapi semuanya berkaitan dengan tema inti buku ini, tentang sains--dan aspek bisnis, hukum, politik--genetika.  Cerita bergulir dengan cepat melalui bab-bab pendek dan selingan potongan berita dari media yang mungkin sebagiannya tidak nyata. Ada sejumlah plot yang berakhir jauh sebelum novel selesai, misalnya sub-plot tentang pencuri kuburan yang menjual tulang manusia di pasar gelap.  Ada pula sejumlah sub-plot yang dibiarkan tanpa penyelesaian, seperti sub-plot tentang anak-anak gadis yang menyuntikkan hormon penyubur tubuh ke mereka sendiri dan menjual sel indung telur mereka untuk mendapatkan uang. 

Breakfast at Tiffany's (Review Buku)

Gambar
Usai membaca novella karya Truman Capote ini, rasanya seperti mendapat kenalan baru seorang wanita muda bernama Holly Golightly. Berusia 19 tahun, tinggal di apartemen berbata cokelat di East Seventies, New York, dia seperti seorang teman yang ceriwis dan tak hentinya berbicara. Bahkan setelah cerita ditutup, dan dia sudah entah berada di mana, Afrika ataukah Brazil, celotehannya serasa belum berakhir. Ya, barangkali itu karena Capote menutup novel tipis yang terbit pertama kali di Amerika pada 1958 ini dengan penyelesaian yang mengambang. Atau karena sekujur tubuh novel singkat ini didominasi percakapan antara Holly dan Fred, tokoh narator yang menjadi mata dan telinga bagi pembaca, sehingga kesan auditorial menjadi sangat kuat ketika membacanya. Bisa jadi gabungan keduanya. Tapi, baiklah, Anda putuskan sendiri apakah akan menyukai seorang seperti Holly atau tidak. Holly seorang wanita muda yang masa kecilnya tidak bahagia, menikah pada usia 14 dan bekerja sebagai gadis panggi

The Rug Merchant

Gambar
Tak terlalu jelas apa yang secara khusus menarikku memilih buku ini ketika pada suatu sore akhir Mei aku masuk ke halaman Mizan yang sedang menggelar apa yang mereka namakan Pesta Buku Rakyat. Mungkin subjudulnya yang berbunyi ‘ketika kesepian begitu mendera cinta adalah satu-satunya penawar’ ( ow, bagaimana cinta berhasil menawar kesepian itu) atau kotak hitam kecil di sampul yang mengumumkan ‘segera difilmkan oleh Fox Searchlight Pictures (produser Slumdog Millionaire)’ ( yup, lebih baik baca novelnya dulu baru nonton filmnya ) atau foto sorot-dekat wajah lelaki Timur Tengah di sampulnya ( ah, Timur Tengah, terutama Iran, kebudayaan yang memikat ).  Mungkin kombinasi ketiga hal itulah yang memunculkan keputusan seketika untuk membelinya, saat aku tidak punya niat untuk membeli buku tertentu pada kesempatan itu.   Novel ringkas ini dibuka dengan suasana kota New York yang ramai sebagai latar kontras bagi hidup Ushman--tokoh utama kita, imigran pedagang permadani dari Iran--yang sepi,

The Passion of Christ

Gambar
Setelah membaca tatal ke-24 dalam buku Gunawan Mohamad, Tuhan dan hal-hal yang tak selesai , aku jadi ingin melihat film The Passion of Christ . Disutradarai Mel Gibson, dirilis pada 2004, film ini sempat bikin gegar, tapi waktu itu aku tidak punya dorongan untuk menontonnya--kamu tahu sekadar kebaruan tidak selalu jadi alasan yang cukup kuat bagiku untuk memilih melakukan sesuatu.  Berikut ini catatan kesanku setelah menyaksikan film lawas itu.  Aku pikir, dalam film ini Mel Gibson tidak berurusan dengan kebenaran, dia hanya berkepentingan dengan penggambaran. Maka membandingkan filmnya dengan versi yang ada di dalam buku-buku tentang peristiwa penyaliban Yesus jadi sama sekali tidak menarik, kalau bukan tidak pada tempatnya.  Mempersoalkan kebenarannya sama sekali tidak relevan. Demi penggambaran yang kuat, Mel Gibson harus memilih detail dari sekian banyak versi yang beredar, dan sepertinya apa yang dia pilih memang yang paling dekat dengan versi Alkitab: penangkapan oleh Sanhedrin

Membaca Operating Instructions

Gambar
Membaca Operating Instruction membuat saya ingin menulis jurnal untuk Hanifa dengan cara yang humoris dan penuh perhatian seperti Anne Lamott di buku itu. Pengalaman Anne dengan anaknya mengabadi dengan buku itu, seperti kembali berlangsung di saat ini.  Timbul sebersit sesal saya telah melewatkan kesempatan itu, tidak mencatat perkembangan yang begitu cepat dalam tahun pertama Hanifa. Saya sempat membuat catatan yang berserakan tentang kebisaan terbaru yang diraihnya dari waktu ke waktu. Kapan dia pertama kali makan makanan tambahan, kapan pertama kali duduk, berdiri, berjalan. Tapi catatan itu terasa sambil lalu dan tidak sungguh-sungguh.  Catatan dibuat bukan karena ada peristiwa yang menarik, tapi tindakan mencatat itulah yang menciptakan peristiwa menarik. Menulis jurnal harian mendorong untuk mempertajam pandangan menemukan keajaiban dan kebaruan setiap hari dalam hal-hal yang sederhana.   Saya ingin merasakan religiusitas sehari-hari seperti yang dialami Anne Lamott dengan anak