Postingan

Jika begitu terbangun dari tidur engkau merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu, bersegeralah. Menangguhkannya hanya akan melemahkan semangat dan memadamkan nyala daya cipta. Tapi tidak jarang keadaan murni antara bangun dan tidur itu terbukti sebuah aspirasi yang amat jauh untuk dijangkau. Butuh sebuah kerja keras untuk meraihnya. Ada waktu dan tenaga yang mesti ditanamkan, atau sebutlah itu dikorbankan, karena jalannya tidak selalu mudah dan mulus. Kenapa saya selalu bernada negatif ketika berdiri di hadapan sebuah keniscayaan kerja keras? Apakah ini pertanda ketidaksiapan saya untuk menunaikannya? Barangkali saya mesti memaksa diri untuk melihat ini dengan lebih ringan. Bukan sebuah kerja, hanya sebuah jalan. Tak bisa mengelakkannya kalau ingin melangkah dari sini. Ada seorang peserta milis madia yang setiap hari mengirimkan berbagai artikel tentang perang Irak dari sebuah situs alternatif. Di antara penulisnya adalah Robert Fisk yang tulisannya sering saya temukan di koran IHT
Begitu terbangun pagi ini pikiran tentang perang sinting ini langsung membanjir dalam benak saya. Saya teringat rekaman kamera seorang ibu tua dengan mata putih berteriak geram, Bush makhluk paling hina di muka bumi, kira-kira begitulah bunyinya. Dia berdiri di depan reruntuhan bangunan yang barangkali adalah puing tempat tinggalnya. Orang-orang berkerumun di sekitar bangunan itu, si ibu membelakanginya menghadap kamera seperti ingin benar-benar yakin pesannya sampai ke si pencabut nyawa itu. Footage yang lain memperlihatkan seorang ibu menyekop tanah dan memasukkannya ke dalam sebuah kantong plastik. Barangkali dia ingin menyimpan kenangan tentang tempat tinggalnya yang telah hancur menjadi debu. Di tengah itu semua rakyat Irak meneriakkan yel-yel, jiwa dan darah kami untuk Saddam Hussein. Hati mereka takkan pernah terbujuk kata-kata manis Bush bahwa perang ini untuk membebaskan mereka dan menuju dunia yang lebih damai. Perang memang selalu memilukan. Sulit dimengerti alasannya.

Membaca Operating Instructions

Gambar
Membaca Operating Instruction membuat saya ingin menulis jurnal untuk Hanifa dengan cara yang humoris dan penuh perhatian seperti Anne Lamott di buku itu. Pengalaman Anne dengan anaknya mengabadi dengan buku itu, seperti kembali berlangsung di saat ini.  Timbul sebersit sesal saya telah melewatkan kesempatan itu, tidak mencatat perkembangan yang begitu cepat dalam tahun pertama Hanifa. Saya sempat membuat catatan yang berserakan tentang kebisaan terbaru yang diraihnya dari waktu ke waktu. Kapan dia pertama kali makan makanan tambahan, kapan pertama kali duduk, berdiri, berjalan. Tapi catatan itu terasa sambil lalu dan tidak sungguh-sungguh.  Catatan dibuat bukan karena ada peristiwa yang menarik, tapi tindakan mencatat itulah yang menciptakan peristiwa menarik. Menulis jurnal harian mendorong untuk mempertajam pandangan menemukan keajaiban dan kebaruan setiap hari dalam hal-hal yang sederhana.   Saya ingin merasakan religiusitas sehari-hari seperti yang dialami Anne Lamott dengan anak
Mengikuti perkembangan perang irak ini saya teringat sejarah Islam. teringat ceramah-ceramah pak jalal, kisah-kisah sufi dan buku-buku filsafat Islam. Berulang kali berita menyebutkan nama-nama kota penting itu, Basra, Najaf, Mosul, Karbala. Bagaimana nasib bangunan-bangunan indah bersejarah yang ada di kota-kota itu, apakah sungai Efrat dan Tigris akan berubah sungai darah korban perang ini. Melihat tentara Amerika masuk ke Karbala, saya setengah berharap jiwa-jiwa suci yang pernah bermukim di sana merasuki mereka, melumpuhkan mereka dengan sebuah peristiwa gaib yang mencengangkan. Bagi mereka tentu nama-nama kota itu sama sekali tidak memuat kenangan apa pun, hanya sebuah titik di atas bumi yang perlu mereka taklukkan dan kuasai.

Perang Irak, Pak Halim, Chen

Anak-anak adalah korban yang paling memilukan. Keluarga yang kehilangan anggotanya. Pulang kerja menemukan rumahnya telah dihancurkan bom dan keluarganya lenyap. Seumur hidup mereka akan membenci pelaku perang ini. Rasa tak berdaya paling mudah menguasai kita di saat ini. Rasa apatis bahwa hal kecil yang kita lakukan takkan ada artinya, takkan mampu mengubah keadaan dan hanya sia-sia.  Tapi demi menyahut dorongan nurani kita, agar kita tidak merasa terus berada di pihak yang tidak peduli di hadapan masalah kemanusiaan dan pelanggaran yang begitu nyata, kita perlu untuk menunjukkan keberatan kita, mengutuk perbuatan ini, menyeru pada penguasa alam dan manusia untuk menghentikan kekejaman dan ketidakadilan ini. Demi kejernihan nurani kita sendiri, kita harus menunjukkan sikap. Melihat demo antiperang di seluruh dunia memberi peneguhan betapa rasa kemanusiaan kita sama. Sama-sama pilu, sama-sama pedih melihat pameran kesombongan dan kerakusan ini.   **  Keluarga Pak Halim pulang ke Mala