Postingan

Mizutani-san 水谷 澄子

Ada rasa sepi menyelinap ketika pagi ini saya menengok ke apartemen tetangga di sebelah kanan. Jendela kacanya yang tak lagi bergorden, menampakkan kamar kosong dengan dinding polos. Halaman belakangnya yang dulu penuh tanaman kini hanya tanah coklat. Tak ada lagi ajisai putih yang cantik di pojok kirinya. Tak ada lagi rumpun-rumpun bunga dan beragam tumbuhan yang sering disirami dan disianginya. Semua sudah dibersihkan, dikemas, dan dibagikan ke para peminat karena penghuninya mesti pindah rumah dua hari yang lalu. Kalau sekadar tetangga biasa saya pasti tidak akan merasakan kesan sepi itu. Penghuni apartemen ini sering berganti, selalu datang dan pergi, terutama yang di lantai dua. Meski tinggal dalam satu bangunan, kami nyaris tidak saling mengenal. Hanya nama di kotak pos yang membuat kami bisa menyebut siapa yang tinggal di kamar nomor berapa. Tapi tetangga yang satu ini berbeda. Beliau seorang nenek yang berusia mendekati delapan puluh tahun. Sejak pertama kami tinggal di apartem

Scientific fraud

Sekarang ada lagi yang menarik saya: Scientific fraud, atau misconduct in science. Saya pertama digiring ke arah ini ketika mencari tentang "novel about work" di Google. Saya sedang teringat pada novel Amsterdam karya Ian McEwan. Dalam novel ini McEwan menggambarkan dua orang tokoh yang berprofesi sebagai jurnalis dan satunya sebagai pencipta lagu. Novel yang bercerita seputar dunia kerja tidak terlalu banyak, novel McEwan ini salah satu yang mengesankan. Saya ingin cari novel lain seperti ini. Dan, seperti biasa, pencarian di Google sering membawa kita melebar dan menjauh dari titik berangkat kita, membuat kita lupa apa yang awalnya kita inginkan. Saya akhirnya dipertemukan dengan novel Cantor's Dilemma karya Carl Djerassi. Carl Djerassi adalah profesor emeritus untuk bidang kimia di Stanford University. Sejak 15 tahun yang lalu Djerassi beralih menjadi novelis. Cantor's Dilemma adalah novel pertamanya. Kekhasan novel dia adalah selalu berkisar pada dunia sains--sesu

i-Rambling

Minggu yang lalu ada berita tentang seorang ayah yang dihukum penjara sebelas tahun karena menendang anaknya yang berusia lima tahun hingga meninggal. Kejadiannya di Chiba tahun 2003. Minggu ini ada berita senada tentang pasangan suami istri Yokohama yang ditahan karena memukul bayi usia tiga bulan mereka sampai mati . Mereka sudah melakukan itu sejak bulan Maret lalu ketika bayinya baru lahir. Mereka bilang, alasannya karena bayi itu tidak mau berhenti menangis. Hati saya menangis. Tidak habis pikir dengan perilaku orangtua seperti ini. Apa yang mereka harapkan akan dilakukan seorang bayi; terus menerus tertawa, tersenyum, diam, dan tidak mau dengar suara tangisnya? Bayi yang tidak menangis?--- contradictio in terminis . Mengapa banyak sekali terjadi kasus penyiksaan anak sampai mati di negeri matahari terbit ini. Angka kelahiran di Jepang untuk tahun ini dilaporkan lebih rendah lagi dibanding tahun sebelumnya, 1,29%. Kalau bayi-bayi yang lahir itu pun pada dibunuhi seperti ini karena

i-Rambling

Peristiwa pembunuhan di Nagasaki tanggal 1 Juni yang lalu itu memang sangat tragis. Bukan hanya karena pelakunya adalah siswa kelas enam sekolah dasar yang berumur sebelas tahun dan korbannya adalah teman sekelasnya yang berusia dua belas tahun, tapi juga karena penyebabnya dipicu oleh chatting antara mereka di internet dan kejadiannya berlangsung di sekolah. Kedua anak perempuan itu berteman akrab, Mereka bersama dua anak lainnya punya semacam weblog yang diisi bersama dan sering berkirim instant message sejak empat bulan lalu. Sekitar pertengahan Mei si pelaku mengingatkan si korban agar berhenti meledek penampilan dan berat badannya ketika chatting. Tapi si korban tetap melakukannya. Empat hari sebelum peristiwa pembunuhan itu, si pelaku sudah berniat untuk melakukan pembunuhan

Gado-gado

Setiap hari kita didera oleh informasi baru yang diwakili oleh satu istilah. Kalau istilah itu menarik perhatian kita, kita akan menggali lagi lebih jauh mengenainya---kalau ada waktu. Saat ini ada tiga istilah yang sedang menarik perhatian saya: mind-mapping, homeschooling dan hypergraphia. Mind-mapping bukan istilah yang baru saya kenal. Saya pertama mendengarnya ketika bekerja di Mizan. Mas Hernowo sering menyebut metode ini sebagai salah satu cara untuk mempersiapkan tulisan. Metode pemetaan pikiran ini dicetuskan oleh Tony Buzan . Gunanya adalah untuk memvisualisasi percabangan pikiran kita ketika mencoba untuk memahami sebuah subjek. Caranya sederhana saja. Siapkan sebuah kertas kosong, sebaiknya tanpa garis. Letakkan subjek yang jadi pokok persoalan di tengah kertas. Lingkari. Dari lingkaran tengah itu gambarkan cabang-cabang yang memuat semua apa yang kita asosiasikan dengan subjek itu. Cabang-cabang itu nanti bisa bercabang lagi, terus beranak pinak hingga kita sudah mengekspl

Murata-san

Salah satu tetangga saya seorang bapak tua yang tinggal sendirian di kamar apartemennya yang sempit. Saya kira dia kesepian. Jarang ada yang berkunjung kepadanya. Setiap hari kerjaannya adalah menonton televisi. Saya kira dia tidak benar-benar menonton televisi, tapi hanya menyalakannya, nyaris dua puluh empat jam, untuk mengusir sepi. Kalau kita tersentak tengah malam, kita bisa mendengar bisik-bisik suara televisi, atau kadang-kadang cukup keras juga. Siaran berita. Kita bisa tersenyum atau kesal mendengarnya. Tersenyum karena seolah-olah ada perkembangan berita teramat penting yang harus dia dengar tengah malam begini. Kesal, karena berisik mengganggu tidur nyenyak kita. Saya kira hidup di masa tua seperti yang dia jalani itu sangatlah membosankan. Dia sepertinya tidak punya sebuah hobi yang dapat mengisi hari-harinya. Dia tidak memelihara binatang. Dia tidak menanam bunga. Pernah seseorang menghadiahi satu pot bunga kepadanya di awal musim semi. Ketika baru ditanam, rumpun bunga be