Postingan

Rentetan tugas

Kuliah sudah berakhir. Lega rasanya, meskipun saya selalu bilang dua semester yang baru berlalu itu lebih terasa seperti "kuliah-kuliahan" saja. Sekarang hanya tersisa beberapa tugas, yang entah kapan akan bisa saya selesaikan. Makalah media literasi, terjemahan bab-bab dari buku Ray Pryterch, dua tugas kelompok dari Bu Ninis, dan yang paling gak niat untuk saya kerjakan: program pendidikan pemakai dari Bu Wina. O ya, satu lagi yang paling penting, proposal penelitian. Entah mana yang mesti saya prioritaskan. Saya sering kali mengeluhkan ketidakmampuan saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Bekerja paralel selalu pada akhirnya membuat saya menelantarkan pekerjaan yang saya anggap kurang mengasyikkan, lebih sulit, dan bisa ditunda. Pada akhirnya saya bakal menggarap hanya satu pekerjaan hingga tuntas, baru beralih pada pekerjaan lain. Maka kali ini pun saya tidak yakin akan bisa mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Saya mungkin bisa memulai dari proposal peneli

Saat untuk berubah

Maka tibalah saat ketika risiko yang ditanggung bila tetap terselubung erat di dalam tunas lebih menyakitkan daripada risiko yang ditanggung bila mekar -- Anais Nin.

Kompetisi?

Kasihan betul anak-anak zaman sekarang. Orangtua mereka getol sekali berkompetisi, bukan atas nama mereka sendiri, tapi mempersaingkan anak-anak mereka dengan anak-anak lain. Barangkali para orangtua itu kurang berhasil dalam bersaing dulunya, jadi ketika mereka mendapati anak-anak mereka begitu manis dan lucu, keyakinan dirinya untuk berkompetisi lantas naik. Dan diikutkannyalah anak itu dalam kompetisi untuk membuat bayi tersenyum, tertawa, berbicara, berjalan, latihan menggunakan toilet, bahkan dalam ujian masuk pra-sekolah. Ada baiknya kita perhatikan kata Penelope Leach, seorang psikolog anak, berikut ini: "Perkembangan anak merupakan sebuah proses, bukan perlombaan … Kita bersikap seolah-olah anak yang bisa berjalan paling awal akan berjalan paling cepat, seolah-olah kata-kata pertama yang dia ucapkan merupakan pertanda bagi kalimat-kalimat bermakna yang akan diucapkannya nanti, dan seakan-akan prospek anak-anak sebagai seseorang yang cerdas, mandiri dan bersosialisasi bisa

Person's of the year

Gambar
Ini bukan sesuatu yang biasa. Tapi sebuah momen penanda. Saatnya setiap orang bisa membuat perubahan. Majalah  Time melihat ini sebagai sebuah pembeda zaman. Bukan zamannya lagi perubahan dibuat oleh perusahaan besar, tokoh terkenal, tunggal dan tangguh. Kini "KAMU" adalah pelaku penting di dunia, KAMU yang membuat content di Internet, menyebarluaskan sedikit dari dirimu setiap hari ke seluruh penjuru, tanpa peduli apakan pohon yang kamu tumbangkan di dalam hutan itu didengar oleh sejumput kesadaran lain atau tidak.   "It's a story about community and collaboration on a scale never seen before. It's about the cosmic compendium of knowledge Wikipedia and the million-channel people's network YouTube and the online metropolis MySpace. It's about the many wresting power from the few and helping one another for nothing and how that will not only change the world but also change the way the world changes." TIME'S PERSON OF THE YEAR 2006 is YOU

Pukul dua

huh, terlalu gampang kalian jatuh tertidur sementara aku termenung di sini iri mendengar tarikan napas teratur dalam nyenyak yang tak kunjung hinggap di mataku kalian entah sudah di mana menapak tak berjejak di dunia tak terpeta mungkin ingin yang tak teraih siang tadi kini telah tergenggam di jemari mata kalian terkatup bibir kadang menyungging senyum, atau menegang menampakkan kecewa nyaris menangis tanpa suara atau mengeluarkan bunyi mirip sepatah kata aku hanya bisa rindu akan kelelapan yang serupa karena kantuk masih belum tiba meski jam telah berdentang pukul dua aku tahu kalau berkah ketaksadaran itu belum juga kuraih dalam satu jam ini aku takkan bertenaga memenuhi janji dengan kalian esok pagi atau untuk ikut berlari di sepanjang hari menemani kalian ke sana kemari siapa itu yang bilang agar kantuk lekas datang gerakkan ujung jari kaki berkali-kali hm, baiklah mari kucoba lagi

ASI

Waktu pemeriksaan kesehatan Rasyad usia satu bulan di rumah sakit kemarin, saya bertemu lagi dengan beberapa ibu lain yang sekamar waktu melahirkan, melihat lagi bayi-bayi seangkatan Rasyad.  Hampir tak seorang ibu pun yang memberikan asi penuh tanpa tambahan susu formula. Mereka bilang, khawatir tidak cukup, jadi mereka memberikan susu botol setelah asi.  Ibu-ibu ini tidak mendapat informasi yang benar tentang menyusui. Justru tindakan yang mereka ambil itulah yang membuat produksi susu berkurang. Penambahan susu botol setelah pemberian asi dan sikap khawatir adalah dua hal yang tidak akan membantu mereka memproduksi asi yang cukup untuk bayi mereka.  Kecukupan asi, menurut yang saya baca, bukanlah masalah kapasitas, tapi soal teknik dan keyakinan diri. Kalau si ibu mendapat makanan dan istirahat yang cukup, bisa menyusui dengan posisi yang baik, maka persediaan asinya akan cukup.  Asi diproduksi sesuai jumlah yang dikonsumsi--inilah hukum matematika dalam menyusui. Mengapa mesti ce

Transisi

Kurang dari sepuluh pekan lagi waktu untuk kembali ke indonesia. Suasana berpisah mulai terasa. Barang-barang mulai dikemasi. Lima tahun tinggal di sini, kalau dimisalkan sebuah pohon, akarnya sudah tumbuh cukup kuat. Untuk mencerabut diri dari tempat itu perlu tenaga cukup besar, tapi yang tertinggal hanya terpaksa ditinggal, akar-akar halus yang sudah menyusup terlalu kuat: perasaan yang tertinggal, kenangan yang akan dibawa dan gambaran yang akan terus melekat dalam pikiran. Menyusun satu persatu buku-buku ke dalam kardus tadi pagi, tak terelakkan menyelinap sedikit rasa sedih di hati akan mengakhiri sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Semua yang berawal akan berakhir, memang. Tapi menyongsong sebuah akhir, bagaimana pun tetap terasa menyedihkan. Menyongsong sebuah kebaruan tetap terasa gamang, karena kita tidak tahu apa yang menanti di depan. Berkemas membuat kita bisa melihat betapa hidup sering dilalui dengan menunda-nunda pekerjaan dan menumpuk barang yang tak benar-benar perl