Postingan

Mesin Ketik

Betapa jauh sudah kita meninggalkan dunia mesin ketik. Bagi saya sendiri, terakhir menggunakan alat berisik itu, kalau tidak salah, lebih dari dua puluh tahun lalu, ketika menulis tugas di kelas 3 SMA. Benda itu sendiri sekarang sudah tidak ada lagi di sekitar saya, sudah lama tidak melihatnya; kalau pun ada pasti sudah berselaput debu tebal karena tak pernah disentuh. Maka tertegunlah saya tadi pagi melihat seorang bapak tua dengan telaten memperbaiki sebuah mesin ketik tua di halaman depan rumahnya. Beberapa tungkai hurufnya terentang seperti kerangka fosil tua di padang gurun. Ringkihnya mesin itu seperti sepadan dengan kakek itu. Hmm, mungkin dia membutuhkannya untuk mengisi formulir urusan administrasi ini-itu di kelurahan, pikir saya. Tapi ada satu yang bisa saya mengerti, kenikmatan merawat barang yang dulu pernah menjadi penting, rasa senang ketika berhasil memperbaiki sesuatu yang rusak. Walaupun mesin ketik itu akan kembali menghuni pojok berdebu setelah itu, kepuasan yang di

a perpetual search

This almost-five-year old boy of mine keeps puzzling me lately with his questions, and statements, about god. Who made god? Where does he live? How come I cannot see him? If he created the sun, then he must have a very loooong hand to reach it up there. If god is everywhere, then he must be there in the streets, in a bottle, in the shops. All kind of silly thinking. Whatever answer I gave him is certainly never satisfying. He keeps coming back with another mind-boggling conundrum. I believe every parent experience this. It is an exciting time. It is amazing to see how this one time baby sudenly opens up his minds to such realm. But how temptating it is to say “we are not permitted to say that about god,” asking him him stop his exploration. It is like putting up a no tresspassing sign at the borders of this sensitive area. I’ll resist this easy-temptating-way to deal with this. I think what I will do is to let him say out loud whatever he thinks of god, and tell him that nobody has the

Rentetan tugas

Kuliah sudah berakhir. Lega rasanya, meskipun saya selalu bilang dua semester yang baru berlalu itu lebih terasa seperti "kuliah-kuliahan" saja. Sekarang hanya tersisa beberapa tugas, yang entah kapan akan bisa saya selesaikan. Makalah media literasi, terjemahan bab-bab dari buku Ray Pryterch, dua tugas kelompok dari Bu Ninis, dan yang paling gak niat untuk saya kerjakan: program pendidikan pemakai dari Bu Wina. O ya, satu lagi yang paling penting, proposal penelitian. Entah mana yang mesti saya prioritaskan. Saya sering kali mengeluhkan ketidakmampuan saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Bekerja paralel selalu pada akhirnya membuat saya menelantarkan pekerjaan yang saya anggap kurang mengasyikkan, lebih sulit, dan bisa ditunda. Pada akhirnya saya bakal menggarap hanya satu pekerjaan hingga tuntas, baru beralih pada pekerjaan lain. Maka kali ini pun saya tidak yakin akan bisa mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Saya mungkin bisa memulai dari proposal peneli

Saat untuk berubah

Maka tibalah saat ketika risiko yang ditanggung bila tetap terselubung erat di dalam tunas lebih menyakitkan daripada risiko yang ditanggung bila mekar -- Anais Nin.

Kompetisi?

Kasihan betul anak-anak zaman sekarang. Orangtua mereka getol sekali berkompetisi, bukan atas nama mereka sendiri, tapi mempersaingkan anak-anak mereka dengan anak-anak lain. Barangkali para orangtua itu kurang berhasil dalam bersaing dulunya, jadi ketika mereka mendapati anak-anak mereka begitu manis dan lucu, keyakinan dirinya untuk berkompetisi lantas naik. Dan diikutkannyalah anak itu dalam kompetisi untuk membuat bayi tersenyum, tertawa, berbicara, berjalan, latihan menggunakan toilet, bahkan dalam ujian masuk pra-sekolah. Ada baiknya kita perhatikan kata Penelope Leach, seorang psikolog anak, berikut ini: "Perkembangan anak merupakan sebuah proses, bukan perlombaan … Kita bersikap seolah-olah anak yang bisa berjalan paling awal akan berjalan paling cepat, seolah-olah kata-kata pertama yang dia ucapkan merupakan pertanda bagi kalimat-kalimat bermakna yang akan diucapkannya nanti, dan seakan-akan prospek anak-anak sebagai seseorang yang cerdas, mandiri dan bersosialisasi bisa

Person's of the year

Gambar
Ini bukan sesuatu yang biasa. Tapi sebuah momen penanda. Saatnya setiap orang bisa membuat perubahan. Majalah  Time melihat ini sebagai sebuah pembeda zaman. Bukan zamannya lagi perubahan dibuat oleh perusahaan besar, tokoh terkenal, tunggal dan tangguh. Kini "KAMU" adalah pelaku penting di dunia, KAMU yang membuat content di Internet, menyebarluaskan sedikit dari dirimu setiap hari ke seluruh penjuru, tanpa peduli apakan pohon yang kamu tumbangkan di dalam hutan itu didengar oleh sejumput kesadaran lain atau tidak.   "It's a story about community and collaboration on a scale never seen before. It's about the cosmic compendium of knowledge Wikipedia and the million-channel people's network YouTube and the online metropolis MySpace. It's about the many wresting power from the few and helping one another for nothing and how that will not only change the world but also change the way the world changes." TIME'S PERSON OF THE YEAR 2006 is YOU

Pukul dua

huh, terlalu gampang kalian jatuh tertidur sementara aku termenung di sini iri mendengar tarikan napas teratur dalam nyenyak yang tak kunjung hinggap di mataku kalian entah sudah di mana menapak tak berjejak di dunia tak terpeta mungkin ingin yang tak teraih siang tadi kini telah tergenggam di jemari mata kalian terkatup bibir kadang menyungging senyum, atau menegang menampakkan kecewa nyaris menangis tanpa suara atau mengeluarkan bunyi mirip sepatah kata aku hanya bisa rindu akan kelelapan yang serupa karena kantuk masih belum tiba meski jam telah berdentang pukul dua aku tahu kalau berkah ketaksadaran itu belum juga kuraih dalam satu jam ini aku takkan bertenaga memenuhi janji dengan kalian esok pagi atau untuk ikut berlari di sepanjang hari menemani kalian ke sana kemari siapa itu yang bilang agar kantuk lekas datang gerakkan ujung jari kaki berkali-kali hm, baiklah mari kucoba lagi