Postingan

Mengapa Benci

Berita pelarangan kegiatan ibadah di lingkungan perumahan selama ini tidak terlalu menjadi perhatian saya. Saya membacanya di koran dengan biasa saja: sebagai pembaca yang berjarak. Mungkin karena saya belum melihatnya langsung di lingkungan saya, tidak menyentuh keseharian saya. Begitulah sampai tadi pagi, ketika pulang bersepeda, di sebuah gerbang tampak terpasang spanduk besar bertulisan, “Kami warga … tidak mengizinkan gedung … di kelurahan kami digunakan sebagai tempat peribadatan … .” Opps, peristiwa di koran itu sekarang terjadi di lingkungan terdekat saya. Seketika pertanyaan terbetik di benak, apa salahnya jika gedung itu digunakan untuk beribadat. Mereka pasti minta izin pada pemiliknya, mereka juga barangkali harus membayar, dan tentunya mengikuti aturan tertentu tentang keramaian. Toh, gedung itu juga biasa dipakai untuk acara kawinan atau keramaian lainnya. Apa bedanya? Letaknya di tepi jalan besar, bertetangga dengan kantor-kantor dan toko, jauh dari keramaian rumah pendu

Mesin Ketik

Betapa jauh sudah kita meninggalkan dunia mesin ketik. Bagi saya sendiri, terakhir menggunakan alat berisik itu, kalau tidak salah, lebih dari dua puluh tahun lalu, ketika menulis tugas di kelas 3 SMA. Benda itu sendiri sekarang sudah tidak ada lagi di sekitar saya, sudah lama tidak melihatnya; kalau pun ada pasti sudah berselaput debu tebal karena tak pernah disentuh. Maka tertegunlah saya tadi pagi melihat seorang bapak tua dengan telaten memperbaiki sebuah mesin ketik tua di halaman depan rumahnya. Beberapa tungkai hurufnya terentang seperti kerangka fosil tua di padang gurun. Ringkihnya mesin itu seperti sepadan dengan kakek itu. Hmm, mungkin dia membutuhkannya untuk mengisi formulir urusan administrasi ini-itu di kelurahan, pikir saya. Tapi ada satu yang bisa saya mengerti, kenikmatan merawat barang yang dulu pernah menjadi penting, rasa senang ketika berhasil memperbaiki sesuatu yang rusak. Walaupun mesin ketik itu akan kembali menghuni pojok berdebu setelah itu, kepuasan yang di

a perpetual search

This almost-five-year old boy of mine keeps puzzling me lately with his questions, and statements, about god. Who made god? Where does he live? How come I cannot see him? If he created the sun, then he must have a very loooong hand to reach it up there. If god is everywhere, then he must be there in the streets, in a bottle, in the shops. All kind of silly thinking. Whatever answer I gave him is certainly never satisfying. He keeps coming back with another mind-boggling conundrum. I believe every parent experience this. It is an exciting time. It is amazing to see how this one time baby sudenly opens up his minds to such realm. But how temptating it is to say “we are not permitted to say that about god,” asking him him stop his exploration. It is like putting up a no tresspassing sign at the borders of this sensitive area. I’ll resist this easy-temptating-way to deal with this. I think what I will do is to let him say out loud whatever he thinks of god, and tell him that nobody has the

Rentetan tugas

Kuliah sudah berakhir. Lega rasanya, meskipun saya selalu bilang dua semester yang baru berlalu itu lebih terasa seperti "kuliah-kuliahan" saja. Sekarang hanya tersisa beberapa tugas, yang entah kapan akan bisa saya selesaikan. Makalah media literasi, terjemahan bab-bab dari buku Ray Pryterch, dua tugas kelompok dari Bu Ninis, dan yang paling gak niat untuk saya kerjakan: program pendidikan pemakai dari Bu Wina. O ya, satu lagi yang paling penting, proposal penelitian. Entah mana yang mesti saya prioritaskan. Saya sering kali mengeluhkan ketidakmampuan saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Bekerja paralel selalu pada akhirnya membuat saya menelantarkan pekerjaan yang saya anggap kurang mengasyikkan, lebih sulit, dan bisa ditunda. Pada akhirnya saya bakal menggarap hanya satu pekerjaan hingga tuntas, baru beralih pada pekerjaan lain. Maka kali ini pun saya tidak yakin akan bisa mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Saya mungkin bisa memulai dari proposal peneli

Saat untuk berubah

Maka tibalah saat ketika risiko yang ditanggung bila tetap terselubung erat di dalam tunas lebih menyakitkan daripada risiko yang ditanggung bila mekar -- Anais Nin.