Postingan

The Year of Living Dangerously

Gambar
Judul novel ini terinspirasi oleh pidato Presiden Sukarno pada peringatan Hari Kemerdekaan tahun 1964. Sukarno menjuduli pidatonya tahun itu "Vivere Pericoloso" (Hidup Penuh Bahaya), terekam pada bab penutup dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” jilid kedua.  Novel ini mengambil latar di Jakarta pada tahun-tahun terakhir kepresidenan Sukarno yang ditandai dengan pecahnya peristiwa Tiga Puluh September. Meskipun ekonomi Indonesia mulai runtuh dalam kurun waktu itu, Presiden Sukarno tetap menghabiskan uang untuk membangun menara-menara, menggerakkan massa melawan imperialis asing, terutama Amerika dan Inggris.  Tokoh-tokoh utama dalam novel ini adalah beberapa jurnalis asing yang ditempatkan di Jakarta, terutama Guy Hamilton, perwakilan radio Australian Broadcasting Service yang baru datang, Billy Kwan juru kamera lepas, juga dari Australia; dan Jill Bryant, yang bekerja untuk kedutaan Inggris.  Nasib mereka bertiga secara tak langsung berkaitan dengan Sukarno. Billy adal

The Rug Merchant

Gambar
Tak terlalu jelas apa yang secara khusus menarikku memilih buku ini ketika pada suatu sore akhir Mei aku masuk ke halaman Mizan yang sedang menggelar apa yang mereka namakan Pesta Buku Rakyat. Mungkin subjudulnya yang berbunyi ‘ketika kesepian begitu mendera cinta adalah satu-satunya penawar’ ( ow, bagaimana cinta berhasil menawar kesepian itu) atau kotak hitam kecil di sampul yang mengumumkan ‘segera difilmkan oleh Fox Searchlight Pictures (produser Slumdog Millionaire)’ ( yup, lebih baik baca novelnya dulu baru nonton filmnya ) atau foto sorot-dekat wajah lelaki Timur Tengah di sampulnya ( ah, Timur Tengah, terutama Iran, kebudayaan yang memikat ).  Mungkin kombinasi ketiga hal itulah yang memunculkan keputusan seketika untuk membelinya, saat aku tidak punya niat untuk membeli buku tertentu pada kesempatan itu.   Novel ringkas ini dibuka dengan suasana kota New York yang ramai sebagai latar kontras bagi hidup Ushman--tokoh utama kita, imigran pedagang permadani dari Iran--yang sepi,

Algoritma Kebugaran

Gambar
Saran-saran tentang diet dan kebugaran terkadang sangat beragam dan bertele-tele, sulit untuk menemukan satu yang mudah untuk diikuti, yang tidak terasa memberatkan untuk dipraktekkan. Memang sebenarnya, apa pun saran yang diberikan, kuncinya terletak pada konsistensi kita sendiri. Tapi mau mengikuti saran yang mana? Akhirnya aku menemukan satu penulis yang bisa menguraikan soal diet dan kebugaran dengan cara yang mudah dimengerti, langsung, tegas: Adam Gilbert di mybodytutor.com. Dia bilang sederhana saja: Kebugaran menyangkut tiga hal saja. Makan yang benar. Olahraga. Dan melakukan keduanya dengan konsisten! Dia tidak bicara soal gizi, kalori, jenis olahraga, dst. Mungkin dia menyerahkan soal itu pada keputusan kita sendiri, tidak diuraikan rinci dalam saran-sarannya. Baiklah, ini dia. Food: 1. Eat every 3-4 hours. By doing this you’ll keep your blood sugar stable which is the key and also turn your body into a fat burning machine. Think of your metabolism like a camp fire. If you do

Abandoned Garden

Gambar
Hari ini taman hatiku lengang, senyap. Lirik dari lagu Michael Franks ini sangat mewakili suasananya. Mengiringi aku bekerja sedari tadi: In your abandoned garden, sunlight still prevails: The jasmine climbs the trellis fragrantly, the jacaranda ultravioletly sways. The blossom, each of them by your hand planted, will, even if I tell them of your sudden disappearance from us, not believe the tale. Though the samba has ended, I know in the sound Of your voice, your piano, your flute, you are found, And the music within you continues to flow Sadly, lost Antonio. You were my inspiration, my hero, my friend; On the highway of time will I meet you again? If the heart ever heals, does the scar always show For the lost Antonio? For the lost Antonio? In your abandoned garden, beauty is unchanged: The hummingbird still hovers for the scent the frangipane so seductively displays. Camellias, each of them by your hand planted, The sadness of your sudden disappearance still unknown to them, Await t

Indeksomania

Ini istilah yang baru kujumpai dalam naskah yang sedang aku kerjakan. Mungkin ini bukan istilah yang benar-benar ada, hanya rekaan pengarangnya. Dia mengajukan ini sebagai sebutan untuk orang yang terobsesi untuk mengumpulkan dokumentasi tentang segala hal semua subjek yang ada di dunia. Billy Kwan salah satu tokoh dalam buku The Year of Living Dangerously, seorang manusia cebol yang bekerja sebagai jurukamera lepas untuk wartawan ABS, menyimpan di lemari arsipnya banyak file dalam map manila yang dijuduli berbagai subjek. Dia menyimpan file tentang semua temannya, semua tokoh politik Indonesia tahun 1965-an. Apakah ada satu kata untuk obsesi mendokumentasi? Indeksomania, mungkin? Itulah obsesi utama Billy—seolah-olah dia ingin mendokumentasikan dunia. ...dari etnologi hingga kota-kota, dari psikologi abnormal hingga Zen. (h. 100)

Liburan

Berita utama di koran PR hari minggu kemarin berjudul: "Objek Wisata Padat dan Macet." Sudah pasti, masa liburan begini. Tapi bikin sedikit jeri, ada kesempatan untuk berkunjung, jalan-jalan, tapi di mana-mana macet, berdesak-desakan, membuat kalimat 'there's no place like home' menjadi sangat terasa manisnya. Lalu, mau ngapain selama masa liburan. Masa nggak ke mana-mana. Oh, siapa yang mendikte kita harus selalu mengaitkan liburan dengan jalan-jalan. Hanya pada waktu liburan? Ayolah, dengan situasi dan fasilitas transportasi dan pariwisata kita yang begini, saya lebih suka untuk bepergian dan jalan-jalan bukan pada masa liburan massal: ambil jeda di tengah semester, pergilah berkunjung ke berbagai objek wisata dengan lebih nyaman (meski minus atraksi yang khusus dimunculkan pada masa liburan). Dan masa liburan sekolah bisa dipandang sebagai kesempatan untuk melakukan hal-hal yang tidak sempat dilakukan ketika anak-anak sibuk bersekolah: menonton film-film yang t

Merah

Malam ini aku mengenakan pakaian berwarna merah. Ini bukan suatu yang luar biasa jika merah adalah warna kesukaanku. Tapi tidak, merah sesungguhnya adalah warna yang paling kubenci, sejak dulu. Tak pernah sekali pun aku mengenakan warna merah pada bagian mana pun dari tubuhku, bahkan untuk lipstik aku selalu memilih rona warna ungu. Sepatu kesukaanku selalu berwarna putih, dan tas tangan tak pernah berpindah dari warna kuning. Merah adalah musuhku. Ketika berusia sepuluh tahun, aku melihat warna merah darah di leher abangku. Seorang preman menusukkan pisau ke bagian tubuhnya yang paling genting itu setelah mereka adu mulut tentang seekor anjing yang lewat di depan warung tuak. Mereka sedang mabuk. Tak ada yang melerai mereka berkelahi, hari sudah larut malam. Tak ada orang lain yang tahu kecuali aku yang sedang duduk di teras rumahku yang tak terlalu jauh dari situ. Tirai depan warung tuak itu pun berwarna merah. Mereka tak pernah mengganti warna itu sekalipun musim mengecat menjelang

Motivasi

Gambar
Motivasi adalah sebuah pertanyaan besar ketika kita ingin menumbuhkan sebuah kebiasaan. Tanpa motivasi apa yang kita lakukan dengan bersemangat pada awalnya lama-kelamaan terasa seperti tidak bertujuan. Pelan-pelan berbagai alasan akan muncul untuk menunda-nunda, mengelak, menghindar, dan akhirnya meninggalkan kebiasaan itu sama sekali. Pertanyaan tentang itu kadang muncul dalam diriku saat akan berlatih menulis. Menulis adalah pekerjaan yang paling gampang ditangguhkan. Karena memulainya terasa berat dan sulit, meski ketika sudah dimulai semua kesulitan lenyap dan kadang malah susah untuk berhenti. Dalam menulis, aku sudah menyingkirkan semua motivasi yang terkait dengan publikasi dan komersialisasi. Pada tingkatan yang paling mendasar, menulis bagiku adalah penyaluran energi kreatif, suatu kebutuhan yang kadang muncul dengan sendirinya. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri, untuk mencipta. Kemudian, aku juga suka menulis karena sangat menikmati membaca tulisan yang baik, yang berhasil