Postingan

Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan

Gambar
Agustinus WIbowo  Senang rasanya menamatkan Titik Nol . Buku ini pertama mulai saya buka pada Agustus dan baru selesai dibaca Desember 2013. Mengapa begitu lama untuk bacaan selezat ini? Saya suka berlambat-lambat untuk membaca buku Agustinus Wibowo.  Dua buku sebelumnya dari pengarang yang sama, Selimut Debu dan Garis Batas , juga baru habis saya baca dalam tempo lebih dari tiga bulan. Rasanya enggan berpisah cepat-cepat dengan kisah yang dituliskannya. Saya suka baca ulang bagian-bagian tertentu, sebelum melanjutkan ke bagian lain. Saya menikmati setiap kalimat yang dituliskannya, setiap paragraf yang membentuk bangunan ceritanya. Agustinus seorang penulis sangat apik. Dia peka terhadap psikologi pembaca. Saya tak bertemu rasa bosan di sepanjang buku setebal lebih dari 500-an halaman ini. Dia sering menggunakan kalimat bersajak, perumpamaan yang kreatif, deskripsi yang penuh warna.  Bukan hanya pengalamannya yang luar biasa, cara dia menceritakannya pun istimewa. Penggalan penga

Indonesian Publishing Scene: An Overview

*Ditulis untuk publikasi di majalah Publishing Perspectives atas permintaan editornya, Edward Nawotka.  Two years ago when  The Lost Symbol,  a thriller novel by Dan Brown, created a booming in US and UK  book market, the same thing happened in Indonesia in its own smaller scale. Indonesian translation of this book was released three months after the English edition and heavily promoted by the publisher, making it a best-selling book of the year 2010. In the same year Indonesian reader also feasted with the publication of the   Millenium Trilogy ,   Twilight Saga , and books by Malcolm Gladwell. Although foreign bestselling titles do not always became bestselling here too, Indonesian publishers followed international book trend closely. We can easily find Indonesian edition of world bestselling titles displayed prominently in book stores in main cities across the country. The genre covered generously from mainstream novels, romance, historical, fantasy, and also non-fictio

Meninjau Pasar Hak Terjemahan di Cina dan Timur Tengah

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengikuti Publishing & Rights Conference di Kuala Lumpur. Acara yang digagas oleh asosiasi penerbitan Malaysia ini menampilkan pembicara dari  kalangan penerbit dan praktisi copyrights di Shanghai, Lebanon, Frankfurt dan Singapura. Bagi saya yang paling menarik untuk dicatat adalah presentasi Wuping Zhao dari Shanghai Translation Publishing House dan Azza Tawil dari All Print Distributors and Publishers, Lebanon, sebagaimana saya rangkumkan di bawah ini. Pasar buku terjemahan di Cina Penerbitan buku terjemahan di Cina mulai tumbuh sejak 1970, ketika Negara itu mengalami reformasi dan membukakan diri kepada dunia luar. Namun dibandingkan dengan jumlah keseluruhan buku yang terbit setiap tahun, buku terjemahan memang kecil, karena kendala sulitnya bagi negara asing untuk memahami pemerintahan dan industri penerbitan di Cina. Jumlah buku yang terbit di Cina bisa dibilang terbanyak di dunia.  Pada 2011, angkanya mencapai 7,7 miliar ek

Kisah Perburuan Inferno

Gambar
Beberapa penulis seperti diberkati dengan "pena midas", apa pun yang ditulisnya seolah menjelma karya emas yang dinanti-nanti begitu banyak pembaca di seluruh dunia. Dan Brown termasuk satu dari sedikit penulis beruntung itu.

Sejenak di Museum Affandi

Gambar
Ini cerita yang tersisa dari acara liburan keluarga akhir tahun lalu ke Yogyakarta. Setelah kunjungan ke objek wisata yang lazim di kota gudeg ini--Prambanan, Malioboro, Kraton, Borobudur, Parangtritis--kami menyempatkan mampir ke Museum Affandi. Sebenarnya bukan direncanakan, tetapi karena jalan menuju Kaliurang siang itu  teramat macet, menjelang perayaan malam pergantian tahun, kami memutuskan untuk putar balik. "Ingin anak-anak mendapatkan nuansa lain dari wisata liburan," kata si ayah, maka kunjungan tanpa-rencana ke Museum Affandi pun mendapatkan konteks yang menyenangkan. Bangunan khas Museum Affandi, nyaris ikonik