Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2009

Journal of Solitude

Gambar
Sebuah buku lama yang kembali muncul ke permukaan, Journal of a Solitude karya May Sarton (1973). Berbeda dengan Operating Instructions , buku ini aku dapatkan dalam kondisi yang sudah agak ‘renta’, punggungnya mulai terkelupas dan halamannya agak menguning dan mudah terlepas-lepas. Tergeletak di bawah tumpukan bargain books di arena pameran buku Tokyo tahun 2001.  Kenapa aku tertarik buku ini pada waktu itu, padahal aku tidak kenal pengarangnya? Aku kira karena subjudulnya, " the intimate diary of a year in the life of a creative woman ."  Dan untuk alasan apa buku ini teringat lagi sekarang setelah ia lama bergelut dengan debu di rak pojok sana?  Karena gardening , ada beberapa bagian dalam buku ini yang dulu, bertahun-tahun lalu, mendorongku untuk mencoba menanam dan memelihara beberapa tanaman bunga di halaman, yang belakangan ini  ingin aku coba mulai lagi.  Journal of a Solitude adalah sebuah buku yang sangat personal. Berisikan catatan kehidupan selama satu tahun seora

Operating Instructions

Gambar
Judul buku yang aneh, kalau tak lihat subjudulnya, orang tentu akan menduga buku ini berisi panduan menggunakan sebuah peralatan. Komputer, mungkin. Atau mesin keruk. Atau food-processor barangkali.  Tapi bukan, jelas bukan, karena subjudul itu berbunyi, ‘ a journal of my son’s first year .’ Penulisnya novelis Anne Lamott.  Buku ini disebut sebagai diari yang paling kocak, paling jujur dan sangat menyentuh dari seorang ibu yang baru melahirkan anak pertama.  Kadang-kadang kita jadi teringat satu buku yang sudah lama kita baca hanya gara-gara hal sepele. Aku teringat buku ini gara-gara plester. Ya, plester penutup luka itu. Ada satu bagian kecil, sambil lalu, dalam buku ini yang bercerita tentang plester.  Dulu, bertahun-tahun lalu, bagian itu telah mengajariku untuk selalu menyediakan cadangan plester dalam jumlah banyak di rumah. Plester bekerja seperti magis pada anak kecil. Sedikit luka, meringis sakit secara berlebihan, ditempeli plester, tangisan lenyap seketika seakan-akan luka

The Passion of Christ

Gambar
Setelah membaca tatal ke-24 dalam buku Gunawan Mohamad, Tuhan dan hal-hal yang tak selesai , aku jadi ingin melihat film The Passion of Christ . Disutradarai Mel Gibson, dirilis pada 2004, film ini sempat bikin gegar, tapi waktu itu aku tidak punya dorongan untuk menontonnya--kamu tahu sekadar kebaruan tidak selalu jadi alasan yang cukup kuat bagiku untuk memilih melakukan sesuatu.  Berikut ini catatan kesanku setelah menyaksikan film lawas itu.  Aku pikir, dalam film ini Mel Gibson tidak berurusan dengan kebenaran, dia hanya berkepentingan dengan penggambaran. Maka membandingkan filmnya dengan versi yang ada di dalam buku-buku tentang peristiwa penyaliban Yesus jadi sama sekali tidak menarik, kalau bukan tidak pada tempatnya.  Mempersoalkan kebenarannya sama sekali tidak relevan. Demi penggambaran yang kuat, Mel Gibson harus memilih detail dari sekian banyak versi yang beredar, dan sepertinya apa yang dia pilih memang yang paling dekat dengan versi Alkitab: penangkapan oleh Sanhedrin

zen poems

Gambar
Jeda siang sejenak, saya teringat beberapa puisi zen. Kalimat-kalimat pendek, gampang diingat. Terasa indah karena sederhana, tapi tetap menyimpan sedikit godaan untuk merenungkan makna. Keajaiban zen. Jernih. Meditatif. Beberapa pilihan ini, favorit saya: (1) Sitting quietly, doing nothing, Spring comes, and the grass grows by itself. (2) The blue mountains are of themselves blue mountains; The white clouds are of themselves white clouds. (3) Doing nothing is the most tiresome job in the world because you cannot quit and rest. (4) Fearing my past is exposed to the moon, I keep looking down this evening. (5) Before enlightenment; chop wood, carry water. After enlightenment; chop wood, carry water. Seperti air yang menetes ke dalam kolam tenang, menimbulkan riak kemudian menghilang. Itulah zen. Nikmat betul meresapinya di siang terik ini, dengan latar gemerisik tonggeret dari rimbun pohon di luar sana.