Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2009

The Last Lecture

Gambar
"Sebagian buku pantas untuk dikenang, sebagaimana sebagian lainnya pantas untuk dilupakan." Ketika membaca The Last Lecture, beberapa kali saya terpaksa meletakkan buku untuk mengusap mata. Terutama pada bab-bab terakhir. Saat Randy menangis di kamar mandi memikirkan apa yang tidak akan dialami anak-anak bersamanya. Saat Jai naik panggung untuk merangkul Randy dan berbisik, "Tolong, jangan pergi." Saya biarkan diri tertegun beberapa saat merasakan sesuatu yang hangat di sudut mata, meski tengah berada di keramaian ruang tunggu dokter sepagi tadi. Saya suka pengalaman membaca yang seperti itu. Yang bisa mengaduk segala macam perasaan, membuat tertawa dan menangis, mengirim kita ke tempat-tempat terjauh di bumi dan di hati. Yang menamatkannya memberi jejak pengalaman seolah nyata. Saya sendirilah yang sepertinya memiliki pasangan dengan kanker berfase metastasis itu. Atau sayalah yang sepertinya tercekam sepi mengingat jatah hidup yang diberitakan tinggal tiga

Sekadar Catatan Minggu Pagi

Pagi tadi kami pergi ke sebuah taman tak jauh dari rumah. Taman itu sejatinya bagian dari halaman luas sebuah rumah sakit milik angkatan darat. Setengahnya digunakan untuk lapangan parkir, selebihnya lapangan rumput terbuka yang sering digunakan anak-anak untuk bermain bola sepulang sekolah. Pada hari minggu lapangan parkirnya nyaris kosong. Betapa cuaca cerah di akhir pekan adalah sumber kegembiraan. Pagi ini taman itu penuh dengan keluarga dan kelompok-kelompok orang yang bersukacita, piknik, bermain bola, badminton, bersepeda, dan berbelanja. Kami duduk di pinggir lapangan. Beberapa orang lanjut usia duduk di bawah pohon, melayangkan matanya ke sana kemari menyaksikan keramaian, mengobrol dan berdiskusi di tengah riuh rendahnya orang bergembira. Sementara anak-anak berlarian tak mau diam, berebutan bola, memukul teman dan membuatnya menangis. Mereka mungkin heran melihat orang dewasa yang hanya melakukan hal yang begitu membosankan di tengah udara yang begitu bagus. Duduk dan mengob

Mari Melambat

Gambar
    “Apakah kaupunya kesabaran untuk menunggu hingga lumpurmu mengendap dan air menjadi        jernih? Bisakah kau diam hingga tindakan yang benar muncul dengan sendirinya”—Lao Tzu  Saat berjalan kaki pagi ini, tiba-tiba saya teringat, betapa sudah lama saya tidak berjalan kaki hanya untuk menikmatinya. Berjalan kaki yang bukan untuk mengantarkan ke sebuah tujuan. Tak ada yang perlu dikejar. Tak perlu melihat jam. Kesempatan seperti ini semakin langka saja. Entah karena tak ada waktu atau karena kebiasaan.  Dengan berlambat-lambat seperti ini, banyak hal jadi terasa lebih dekat, lebih menarik. Udara sejuk menerpa wajah, gemericik air, selokan butek, kicau burung, sampah yang menumpuk di pinggir jalan. Apa-apa yang terabaikan ketika dilewati dalam kecepatan tinggi jadi tersentuh dan membekas di segenap indera.  Dalam buku War of the Worlds , Mark Sluoka memberi ilustrasi tentang ketidaknyataan yang meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan: “Saat berjalan kaki dengan kecepatan 1