Postingan

Menampilkan postingan dengan label kisah

Agra

Gambar
Saya teringat lawatan ke Agra. Tersimpan jauh dalam lipatan waktu, seketika tampil utuh dalam ingatan. Singkat namun membekas dalam. Masih subuh ketika kami mengawali perjalanan. Beranjak dari New Delhi kala langit timur mulai merona merah muda. Udara Januari dingin berdebu. Kabut bercampur butiran jelaga, sejak pagi melekatkan daki di kulit memedihkan mata.

"Memento Vivere"

Gambar
John Willam Waterhouse, A Tale from the Decameron, 1916 Di kota Florence, Italia, tahun 1348. Wabah Bubonik sedang mencengkeram. Perkampungan kosong, kekacauan di mana-mana, rutinitas hidup sehari-hari telah ditinggalkan. Orang yang terdampak virus konon akan mendapati bisul tumbuh di selangkangan atau ketiak mereka, lalu bintik-bintik hitam di kaki dan tangan. Ada yang tampak sehat di pagi hari, tapi pada waktu malam sudah bergabung dengan leluhur mereka di alam baka. Kematian begitu cepat terjadi, sering kali dalam kesendirian karena setiap orang harus menjauhi yang sakit agar tak terjangkit. Sekelompok anak muda memutuskan pergi meninggal kota untuk melakukan karantina mandiri. Sepuluh orang, yang terdiri atas tujuh perempuan dan tiga lelaki, menyingkir ke luar kota untuk menghindari sengsara yang melanda, karena tak ada yang bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan tumpukan mayat-mayat terus bertambah dan mendengar kabar tentang siapa yang mati hari ini. Yang mereka lakukan dal

Nengsih: Kisah Lara dari Cimenyan

Gambar
  Nengsih di kebun di halaman rumahnya. Cikored, 27 September 2020 Nama saya Nengsih.   Umur 27 tahun. Saya sedang pusing dengan sebuah masalah.  Anak pertama saya, Desi, sebentar lagi berusia sama seperti saya ketika pertama kali dikawinkan. Ya, kini dia 12 tahun. Dia tampak makin cantik. Sekarang sudah pintar berdandan. Tidak lagi kucel dan kumal seperti waktu masih kecil. Dulu saya memang tak sempat merawat anak-anak dengan baik.   Pagi-pagi sebelum mereka bangun, saya sudah harus pergi keluar rumah mencari rumput untuk makanan ternak. Kami sekeluarga bekerja merumput domba milik orang lain yang menitipkan dan dari situ kami mendapatkan bagi hasil. Saya harus mengurus domba, karena kalau tidak, dombanya bisa sakit dan kurus. Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk mencari nafkah sejak saya ditinggal suami.   Nengsih, Desi dan Gunawan. Curug Batutemplek, 23 September 2018 Dulu sebelum tahun 2018, saat bersama suami, penghasilannya juga tidak mencukupi sehingga saya harus merumput

Hidup Susah Akibat Pernikahan Dini

Gambar
Hari minggu, cuaca panas di atas 30 derajat, di Curug Batu Templek, Cimenyan, Ibu Nengsih (25 tahun) bersama 2 anaknya, Desi (10 tahun), kelas 4 SD dan Gunawan (6 tahun), berteduh di bawah pohon, menghindari terik matahari. Ibu Nengsih baru beres menyabit ilalang untuk kebutuhan acara Saba Desa yang akan diadakan oleh Odesa pada 30 September 2018 di Tebing Cosmo, Pasir Impun.  Ibu Nengsih sudah dua bulan ditinggal pergi suaminya dengan status tidak jelas. Dia harus menghidupi kedua anaknya. Usaha sehari-hari Ibu Nengsih mengarit rumput dengan upah secukupnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya sudah 7 tahun Ibu Nengsih membanting tulang, sementara suaminya tidak bekerja.  Saat ini, Ibu Nengsih tinggal bersama kedua anaknya di Cikored. Anak pertamanya, Desi, pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki, menempuh jarak kurang lebih 2 kilometer.  Ibu Nengsih adalah korban pernikahan dini. Dia dikawinkan oleh orangtuanya pada saat dia berusia 14 tahun. Ada ketakutan bahwa jik