Postingan

Menampilkan postingan dengan label nukilan buku

Jerusalem: Penaklukan Damai di Al-Quds (4)

Gambar
Kota Yerusalem. Photo credit: SeanPavonePhoto/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Jerusalem: One City, Three Faiths  (Karen Armstrong, 1997). Edisi Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dapat dipesan di sini . Berbeda dengan penaklukan sebelumnya, Islam datang ke Jerusalem (638) dengan damai. Setelah tentara berhasil masuk kota, tak ada penghancuran bangunan, tak ada penyitaan, tak ada pembakaran simbol-simbol agama musuh, tak ada pembantaian.  Umar disambut oleh uskup Jerusalem, Sorophonius, dan diantar untuk melihat tempat-tempat suci di kota itu. Umar masuk ke Kompleks Anastasis. Ketika masih berada di sana, waktu shalat tiba. Sophorohius menyarankan Umar shalat di Anastasis. Umar menolak, khawatir itu dijadikan alasan kaum Muslim untuk mengambil tempat itu.

Jerusalem: Dari Bukit Zion ke Bukit Golgota (3)

Gambar
Gereja Makam Kudus, Jerusalem. Photo credit: suprunvitaly/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Jerusalem: One City, Three Faiths  (Karen Armstrong, 1997). Edisi Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dapat dipesan di sini . Sejak awal kedatangannya, Yesus sudah meramalkan Kuil Herod akan hancur tak lama lagi. Beberapa hari sebelum Paskah, dia datang ke pelataran Kuil, melihat para pedagang yang melayani kebutuhan para peziarah. "Tidakkah dalam kitab suci dikatakan: Rumahku adalah tempat beribadah?" dia bertanya, "tapi kalian telah mengubahnya menjadi sarang perampok." Bangsa Yahudi takkan pernah bisa tinggal diam mendengar Kuil mereka terancam. Kemunculan Yesus dan ramalannya tentang kehancuran kuil --apalagi disampaikan dalam suasana emosional menjelang Paskah -- membuat kaum Yahudi bertekad akan menyingkirkannya. Yesus adalah ancaman yang tak dapat diterima Yahudi. Kekaisaran Romawi di Jerusalem juga memandangnya sebagai pengganggu. Yesus pun dihuk

Jerusalem: Kota Mitos (2)

Gambar
Dinding Ratapan di waktu senja, Jerusalem. Photo credit: VanderWolf-Images/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Jerusalem: One City, Three Faiths (Karen Armstrong, 1997). Edisi Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dapat dipesan di sini . Siapakah Bani Israel? Injil menceritakan bahwa mereka berasal dari Mesopotamia. Pernah bermukim lama di Kanaan, tapi kemudian bencana kelaparan memaksa mereka hijrah ke Mesir pada 1750 SM. Mulanya mereka hidup makmur di sana. Tapi keadaan memburuk, Bani Israel jatuh menjadi budak. Di bawah pimpinan Nabi Musa, mereka hijrah dari Mesir sekitar 1250 SM.  Musa tak berhasil membawa mereka kembali ke Kanaan. Dia meninggal sebelum rombongan mencapai Tanah yang Dijanjikan. Empat puluh tahun mereka hidup nomadik di Tanjung Sinai, hingga pada 1200 SM, Joshua, pengganti Musa, berhasil memimpin Bani Israel kembali ke Kanaan -- yang saat itu dikuasai oleh Jebusit dan bernama Jerusalem.

Jerusalem: Geografi Sakral (1)

Gambar
Kubah Batu di kota tua Jerusalem. Photo credit: BargotiPhotography/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Jerusalem: One City, Three Faiths (Karen Armstrong, 1997). Edisi Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dapat dipesan di sini . Tak ada tempat lain di muka bumi ini di mana masa lalu menjadi bagian yang begitu lekat dengan masa kini seperti di Jerusalem. Mungkin memang demikianlah keadaannya di setiap tempat yang sedang bersengketa, tetapi kesan ini sangat menyentakkan saya ketika pertama kali datang ke sana pada 1983. Aneh rasanya menemukan diri berada di tempat yang selalu muncul dalam imajinasi kita sejak masih kecil. Dulu saya sering diceritakan tentang kisah Nabi Daud dan Isa, dan, ketika menjadi seorang biarawati, saya dilatih untuk memulai meditasi pagi hari dengan membayangkan adegan biblikal yang akan saya renungkan. Maka saya pun mereka-reka sendiri pemandangan di Taman Getsemani, Bukit Moriah, atau Via Dolorosa.

The White House (2)

Gambar
  Photo credit: vichie81/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Inside the White House: The Hidden Lives of the Modern Presidents and the Secrets of the World's Most Powerful Institution (Ronald Kessler, 1996) Monarki Amerika Nama sandi untuk Gedung Putih di kalangan Agen Rahasia adalah Crown, Mahkota. Aroma imperial memang tercium cukup kuat di sini. "Kehidupan di Gedung Putih adalah kehidupan sebuah istana," kata George Reedy, sekretaris pers Presiden Johnson. "Presiden diperlakukan dengan pengagungan layaknya seorang raja.  Tak seorang pun berani mengusik presiden dalam kontemplasinya dengan alasan apa pun, kecuali mungkin kalau ada malapetaka besar terjadi di suatu tempat di muka bumi. Tak seorang pun mendahului dia berbicara. Tak seorang pun berani menolak permintaannya, bahkan ketika itu dirasa tidak masuk akal dan remeh," demikian tulis Reedy dalam bukunya The Twilight of the Presidency .

The White House (1)

Gambar
Photo credit: dibrova/CanvaPro Artikel ini merupakan nukilan dari buku Inside the White House: The Hidden Lives of the Modern Presidents and the Secrets of the World's Most Powerful Institution (Ronald Kessler, 1996) Panggung di 1600 Penn. Avenue Lyndon Johnson marah besar. Istrinya, Lady Bird, memergokinya bercumbu di sofa Ruang Oval dengan satu dari sekian sekretaris muda cantik-cantik yang baru direkrutnya. Johnson menumpahkan kesalahan pada Agen Rahasia yang mengawal Ruang Oval dan seluruh penjuru Gedung Putih. Peristiwa ini terjadi hanya beberapa bulan setelah dia disumpah menjadi presiden Amerika ke-36 pada 1964. Segera setelah kejadian itu Johnson memerintahkan Agen Rahasia memasang sistem alarm. Dengan alarm ini petugas yang menjaga bagian tempat tinggal dari gedung itu dapat memberi tanda peringatan jika istri sang presiden datang.