Postingan

Menampilkan postingan dengan label anak

Anak-anak Belajar dari Hidup

Gambar
Dorothy Law Nolte, seorang wanita yang memahami pentingnya lingkungan yang positif dalam pengasuhan anak. Lahir pada Januari 1924 di Los Angeles, California, Dorothy dikenal sebagai pakar pendidikan dan pengasuhan anak, penasihat keluarga, dan penulis yang terkenal dengan puisi inspiratifnya, Children Learn What They Live.  Puisi ini pertama kali dimuat di koran The Torrance Herald pada 1954, dan sangat disukai pembaca:  orang-orang menempelkannya di pintu lemari es, dicetak pada poster dan disebarkan, serta didistribusikan ke jutaan orangtua oleh produsen susu formula. Dia mencatatkan hak cipta puisi ini pada 1972, lalu pada 1998 mengembangkannya menjadi sebuah buku, yang ditulisnya bersama Rachel Harris, Children Learn What They Live: Parenting to Inspire Values . Buku tersebut telah dicetak lebih dari 3 juta eksemplar di seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa. Dorothy Law Nolte wafat pada November 2005, dalam usia 81 tahun. Warisannya sebagai pendidik orang tua,

Pesan dari Capernaum

Gambar
Capernaum. Sony Pictures (2018) Penderitaan orang-orang tak berdosa, apalagi anak-anak, sungguh menyakitkan untuk disaksikan. Bagi Ivan, sang ateis yang sangat logis dalam novel The Brothers Karamazov , itu menjadi alasan untuk menggugat kerahiman Tuhan, karena membiarkan anak-anak yang “belum lagi menggigit apel kehidupan” mengalami kebrutalan, diabaikan, disiksa, diperbudak, diperkosa, dibunuh. “Sungguh di luar jangkauan nalarku bahwa mereka harus menderita,” ujarnya pada Alyosha. Bagi kita kebanyakan keadaan itu mungkin menjadi pengasah kelembutan hati, pengingat untuk selalu memihak mereka yang lemah dan tertindas. Karena kita tak bisa diam saja di hadapan penindasan, ketidakadilan, penderitaan. Ada peduli yang menjalar. “Yang tertusuk padamu, berdarah padaku,” kata Sutardji sang presiden penyair. Senada yang disuarakan William Blake dalam “Songs of Innocence and of Experience”: “Tak mungkin bisa aku melihatmu sengsara, Tanpa ikut merasa susah. Tak mungkin bisa aku melihatmu b

Putri, Azmi, dan Anna Karenina

Gambar
Namanya Putri Aulia. Saya melihat namanya di pojok kanan atas selembar kertas. Putri Aulia menuliskan pohon keluarga Anna Karenina karya Leo Tolstoy setelah selesai membaca buku tersebut. Bikin saya tercengang. Anak 12 tahun yang sekarang duduk di kelas 7 Mts Sukamiskin, Bandung, itu sudah mampu melahap novel berat dan menuliskan rangkumannya. Setelah Anna Karenina, sekarang Putri mulai membaca Pramudya dan Alkemis dari Paulo Coelho. Putri Aulia adalah salah satu siswa yang mengikuti sekolah samin yang diselenggarakan Yayasan Odesa. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Setiap minggu dia meminjam buku di Perpusatakaan Odesa Indonesia, menamatkannya dalam seminggu atau kurang, lalu meminjam lagi buku baru. Setelah banyak membaca dia mulai juga rajin menulis dibimbing para mahasiswa relawan. Semangat ini semakin meningkat pada masa pandemik ketika kegiatan belajar di sekolah dipindah ke rumah. Anak-anak jadi lebih sering datang ke Odesa karena mereka jadi punya waktu seperti masa libu

9 Tips Membaca Bersama Anak

Gambar
Kegiatan membaca di sekolah samin, Odesa, Cimenyan. 29 Mei 2018 Banyak orangtua mengeluhkan susahnya membuat anak mereka gemar membaca, terutama p ada anak yang sudah memasuki usia sekolah. Memang, saat terbaik untuk memulai menumbuhkan kebiasaan membaca adalah sejak bayi. Tapi tak ada kata terlambat. Ketika ketersediaan buku bacaan bukan lagi masalah, yang perlu diupayakan orangtua adalah menciptakan suasana yang menyenangkan dan mendukung tumbuhnya kebiasaan membaca di ruma. Cobakan rangkaian tips berikut, terutama untuk anak yang sudah memasuki usia sekolah: 1. Gabungkan berbagai aktivitas dengan buku   Setiap anak punya kesenangan dan hobi berbeda. Mungkin dia suka olahraga, anime, gim, bersepeda, menggambar. Semangati anak untuk membaca buku tentang aktivitas kegemaran mereka, tokoh kartun kesukaan, atlet olahraga pujaan mereka. Menjelang tidur atau saat-saat santai ajak mereka bicara tentang apa yang sudah mereka baca hari ini.  2. Berkunjung ke perpustakaan   Jadilah anggota per

Memilih Buku untuk Batita

Gambar
Setiap anak berkembang dengan kecepatan berbeda-beda. Tapi semua teori psikologi perkembangan sepakat bahwa usia 1-3 tahun adalah masa keemasan pertumbuhan anak. Periode ini adalah masa ketika anak bertumbuh sangat cepat.   Begitu banyak pembelajaran dan perkembangan yang terjadi dalam tiga tahun pertama, sehingga ini merupakan kesempatan terbaik bagi orang tua untuk memberikan stimulus bagi si kecil. Memperkenalkan buku yang tepat adalah salah satu cara pemberian stimulus positif bagi tumbuh-kembang bayi. Ada kriteria khusus bagi buku yang tepat untuk digunakan pada bayi usia 1-3 tahun dari segi konten, bahasa, dan desain: -Konten: Buku dengan gambar yang besar atau berwarna cerah, ilustrasi yang jelas dengan latar belakang kontras. Buku yang memiliki gambar yang sederhana, satu gambar per halaman. Buku dengan gambar sederhana tentang benda dan aktivitas yang biasa dikenali. - Bahasa: Bayi suka melihat buku tanpa teks, atau hanya dengan satu kata mendampingi satu gambar besar.

Tips Membimbing Anak Belajar di Rumah

Gambar
Ketika sekolah-sekolah terpaksa diliburkan demi menghentikan persebaran virus Corona seperti sekarang ini, orangtua dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus lebih banyak terlibat dalam kegiatan belajar anak. Ternyata ini tidak mudah. Berbagai meme lucu yang sempat menyebar di media sosial belakangan ini, meski bernada kelakar, sesungguhnya menunjukkan persoalan nyata yang dihadapi banyak orangtua: kebingungan dan ketidakmampuan untuk membimbing anak belajar di rumah. Salah satu meme itu memperlihatkan dua anak sedang mengobrol. Anak pertama bertanya, "Gimana rasanya belajar di rumah?" yang dijawab oleh temannya dengan mengatakan, "Aku tak sanggup lagi. Mamaku lebih galak dari ibu guru di sekolah.. Bawaannya marah-marah melulu!" Orangtua merasa kewalahan dalam membantu anak memahami pelajaran, ini ditambah lagi dengan soal kegagapan dalam menggunakan teknologi dan aplikasi untuk pembelajaran online, seperti Google Classroom, Ruangguru, Quizziz, Brainy, dan lain

Hati Ibu, Sekolah bagi Anak

Gambar
  "Hati seorang ibu adalah sekolah bagi anaknya." (Henry Ward Beecher)  Kamis minggu lalu, Mahkamah Konstitusi memberi kado istimewa untuk Hari Ibu. Setelah diperjuangkan selama tiga tahun oleh berbagai lembaga, akhirnya MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 7 ayat 1 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan. MK memutuskan batas usia 16 tahun bagi anak perempuan untuk diperbolehkan menikah seperti yang diatur dalam pasal itu, sebagai inkonstitusional. DPR diperintahkan untuk merevisi aturan itu paling lambat dalam tiga tahun sejak keputusan dikeluarkan.  Putusan hakim konstitusi ini adalah langkah baik untuk menekan angka pernikahan anak di Indonesia. Data UNICEF menyebutkan  pada 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-7 dalam daftar negara dengan perkawinan anak terbanyak di dunia. Sementara Biro Pusat Statistik pada 2017 menunjukkan 25,7 persen perempuan Indonesia yang berumur 20-24 tahun menikah pertama kali saat berusia di bawah 18 tahun.  Ini terjadi merata di

Perpustakaan

Gambar
Perpustakaan Erasmus Huis, Jakarta. 23 September 2017 BERKUNJUNG ke perpustakaan adalah sebuah kegiatan yang gemar saya lakukan bersama anak saya sejak dia berusia satu tahun. Dia senang bermain dengan buku, membolak-balik halamannya yang penuh gambar berwarna atau sekadar menggigit-gigit kertasnya yang tebal. Ketika kami tinggal di Koganei, Tokyo, lokasi perpustakaan itu  dapat ditempuh dengan lima belas menit bersepeda dari rumah. Setibanya di sana saya biasanya langsung naik ke lantai dua yang dikhususkan untuk anak-anak, tanpa keharusan menitipkan tas di pintu masuk. Di lantai dua itu terdapat panggung kayu setinggi kira-kira dua puluh centimeter untuk tempat bermain dan membacakan buku bagi anak-anak balita. Panggung seluas empat meter persegi itu terletak di salah satu pojok ruangan. Sepanjang dua sisi panggung yang menempel ke dinding berjejer rak pendek penuh buku cerita bergambar. Di depannya terdapat beberapa kotak kayu berisi buku-buku untuk anak di atas satu tahun, sepert

ASI

Waktu pemeriksaan kesehatan Rasyad usia satu bulan di rumah sakit kemarin, saya bertemu lagi dengan beberapa ibu lain yang sekamar waktu melahirkan, melihat lagi bayi-bayi seangkatan Rasyad.  Hampir tak seorang ibu pun yang memberikan asi penuh tanpa tambahan susu formula. Mereka bilang, khawatir tidak cukup, jadi mereka memberikan susu botol setelah asi.  Ibu-ibu ini tidak mendapat informasi yang benar tentang menyusui. Justru tindakan yang mereka ambil itulah yang membuat produksi susu berkurang. Penambahan susu botol setelah pemberian asi dan sikap khawatir adalah dua hal yang tidak akan membantu mereka memproduksi asi yang cukup untuk bayi mereka.  Kecukupan asi, menurut yang saya baca, bukanlah masalah kapasitas, tapi soal teknik dan keyakinan diri. Kalau si ibu mendapat makanan dan istirahat yang cukup, bisa menyusui dengan posisi yang baik, maka persediaan asinya akan cukup.  Asi diproduksi sesuai jumlah yang dikonsumsi--inilah hukum matematika dalam menyusui. Mengapa mesti ce

Membaca Operating Instructions

Gambar
Membaca Operating Instruction membuat saya ingin menulis jurnal untuk Hanifa dengan cara yang humoris dan penuh perhatian seperti Anne Lamott di buku itu. Pengalaman Anne dengan anaknya mengabadi dengan buku itu, seperti kembali berlangsung di saat ini.  Timbul sebersit sesal saya telah melewatkan kesempatan itu, tidak mencatat perkembangan yang begitu cepat dalam tahun pertama Hanifa. Saya sempat membuat catatan yang berserakan tentang kebisaan terbaru yang diraihnya dari waktu ke waktu. Kapan dia pertama kali makan makanan tambahan, kapan pertama kali duduk, berdiri, berjalan. Tapi catatan itu terasa sambil lalu dan tidak sungguh-sungguh.  Catatan dibuat bukan karena ada peristiwa yang menarik, tapi tindakan mencatat itulah yang menciptakan peristiwa menarik. Menulis jurnal harian mendorong untuk mempertajam pandangan menemukan keajaiban dan kebaruan setiap hari dalam hal-hal yang sederhana.   Saya ingin merasakan religiusitas sehari-hari seperti yang dialami Anne Lamott dengan anak