Postingan

Menampilkan postingan dengan label penerbitan

Apa Arti Hari Buku Nasional?

Gambar
Hari ini, tak perlu kita mengulang lagi cerita lama tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Kita semua sudah mafhum itu. Data-data statistik yang selalu dikutip pun kita sudah hafal di luar kepala. Peringkat 60 dari 61 negara, hanya satu tingkat di atas Botswana, urutan ke 64 dari 65, hanya 1 di antara 1000 orang penduduk. Ini klise yang menghasilkan gambar pudar. Kenyataannya, dalam tingkat minat baca yang demikianlah dunia penerbitan dan perbukuan kita bertumbuh. Dengan susah payah. Tahun demi tahun. Di tengah sedikitnya orang-orang yang mau membaca, buku-buku tetap dibeli. Penulis-penulis baru terus bermunculan. Puisi-puisi masih diperbincangkan. Nama-nama penulis lama dan baru melesat bergantian menjadi bintang. Buku-buku bestseller dunia tetap diterjemahkan. Ini patut disyukuri, sekaligus disesali. Yang ingin kita syukuri adalah, literasi bangsa ini nyatanya ditopang oleh kerja orang-orang yang punya kegairahan dan kecintaan tinggi terhadap buku. Tak mendapat dukungan p

Dukung Kampanye #BooksAreEssential

Gambar
Hari Buku Dunia tahun ini diperingati dalam suasana yang tidak biasa. Industri buku, sebagaimana berbagai bidang lainnya, berada di bawah tekanan masalah akibat pandemik virus corona. Toko-toko buku dan sekolah tutup, kegiatan membaca dan membeli buku harus kreatif mencari cara-cara baru untuk terus bertahan.  Dalam keadaan ini, m ajalah Publishers Weekly dalam edisi 20 April 2020 meluncurkan kampanye media sosial dengan hashtag #BooksAreEssential. Sampul majalah ini dibuat oleh ilustrator Finlandia, Pirita Tolvanen, menunjukkan seorang pembaca yang memegang buku di hadapannya seperti masker. Punggung buku menunjukkan judul: A Novel Coronavirus. Kampanye ini ingin menekankan bahwa di tengah suasana ini, buku juga menjadi penyelamat. Jim Milliot, direktur editorial Publishers Weekly: “We’re asking everyone to stand up and say, ‘Yes, books are essential to my life.’” Bagi saya, ya. Buku adalah sesuatu yang esensial dalam hidup saya. Di rumah dan kantor, saya dikelilingi buku. Sejak kec

Children and Books: Start Early, Stay Long

Gambar

Pavilion Indonesia, GoH FBF 2015

Gambar

Indonesian International Book Fair 2015

Indonesia International Book Fair (2-6 September 2015) has just wrapped up their show last week. Despite disappointments expressed by many foreign participants on the small number of local and international publishers attended the book fair, there is a high hope that this book fair will grow into one of the most important event for book and content industry  in Asia. Indonesia rights fair, better place but not better business, yet “This book fair is one that has potential to develop into an important one for the region, among all book fairs that you have in Indonesia. There is no question about going back to the old venue which is dark and dirty,” said Claudia Kaiser, Vice President of Frankfurt Book Fair for Asia, who closely studied Indonesian book publishing business for the last two years. “Less crowd this year, less number of booth. I can hardly find any English publishers, can hardly say this is an international book fair” complained Tahir Akhtar, regular visitor from Paki

Indonesian Publishing Scene: An Overview

*Ditulis untuk publikasi di majalah Publishing Perspectives atas permintaan editornya, Edward Nawotka.  Two years ago when  The Lost Symbol,  a thriller novel by Dan Brown, created a booming in US and UK  book market, the same thing happened in Indonesia in its own smaller scale. Indonesian translation of this book was released three months after the English edition and heavily promoted by the publisher, making it a best-selling book of the year 2010. In the same year Indonesian reader also feasted with the publication of the   Millenium Trilogy ,   Twilight Saga , and books by Malcolm Gladwell. Although foreign bestselling titles do not always became bestselling here too, Indonesian publishers followed international book trend closely. We can easily find Indonesian edition of world bestselling titles displayed prominently in book stores in main cities across the country. The genre covered generously from mainstream novels, romance, historical, fantasy, and also non-fictio

Meninjau Pasar Hak Terjemahan di Cina dan Timur Tengah

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengikuti Publishing & Rights Conference di Kuala Lumpur. Acara yang digagas oleh asosiasi penerbitan Malaysia ini menampilkan pembicara dari  kalangan penerbit dan praktisi copyrights di Shanghai, Lebanon, Frankfurt dan Singapura. Bagi saya yang paling menarik untuk dicatat adalah presentasi Wuping Zhao dari Shanghai Translation Publishing House dan Azza Tawil dari All Print Distributors and Publishers, Lebanon, sebagaimana saya rangkumkan di bawah ini. Pasar buku terjemahan di Cina Penerbitan buku terjemahan di Cina mulai tumbuh sejak 1970, ketika Negara itu mengalami reformasi dan membukakan diri kepada dunia luar. Namun dibandingkan dengan jumlah keseluruhan buku yang terbit setiap tahun, buku terjemahan memang kecil, karena kendala sulitnya bagi negara asing untuk memahami pemerintahan dan industri penerbitan di Cina. Jumlah buku yang terbit di Cina bisa dibilang terbanyak di dunia.  Pada 2011, angkanya mencapai 7,7 miliar ek

Korean waves in Indonesian publishing

It is very interesting to observe how Korean waves wash the shore of Indonesian publishing. This year more and more publishers are turning their attention to the country of Gangnam style to find titles to publish. Recent surge of publication includes So I Married an Anti-Fan by Kim Eun Jeon, Guiyeoni's Romance of Their Own, a chick-lit best-selling titled Style by Baek Young-Ok, and Wonderful Radio by Lee Jae Ik. Among the first original Korean novels published in Indonesia are Please Look After Mom (Shin Kyung-sook), and  Hyun Kyung Sohn's My Princess, both were released in early 2011. That was the beginning of K-pop influence to be seen in book publishing in Indonesia, following the fever of Korean television drama that has come earlier. Before this literary surge, Korean book translation are primarily educational comic like the wildly popular "Why?" series and other similar type of comics favorited by students. After this first batch, there was a wave of non-or