Postingan

Menampilkan postingan dengan label budaya

Buku Pilihan (Juni 2021)

Gambar
  Pengantar:  Juni mengingatkan kita pada Sapardi. Judul buku itu teramat melekat di benak kita, sehingga seperti sekawan dalam satu sebutan. Dari puisi, karya sang maestro ini beberapa kali alih wahana ke musikalisasi, novel dan film. Bulan ini saya memilihkan trilogi yang lahir dari puisi itu selain dua novel lain karya penulis muda untuk mengimbanginya. Selamat menikmati bulan Juni.

"Memento Mori"

Gambar
"Kau dapat meninggalkan kehidupan saat ini juga. Biarlah itu menjadi penentu apa yang kau lakukan, katakan dan pikirkan."  (Marcus Aurelius) Frans Snyders, Game and fruit on a table (1625) via Wikimedia Commons  Raung ambulans lebih sering terdengar belakangan ini. Berita duka kepergian abadi kawan dan kerabat bertubi-tubi melintas di linimasa setiap hari. Maut terasa lebih dekat di masa pandemi. Kita diingatkan padanya tanpa henti. Dan, seperti penumpang kapal yang sedang dihantam badai di tengah lautan, kita mencoba bertahan dengan sekuat tenaga mencengkeram tepi. Dalam lotere nasib, kita tak tahu siapa yang akan jatuh, siapa yang akan bertahan hingga badai berlalu dan selamat menembus amuknya. 

Kota Buku Kanda Jimbocho

Gambar
MENYUSURI Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho bagaikan masuk ke masa silam Tokyo. Meski berada di tengah kota, wilayah itu jauh dari suasana metropolitan. Bangunan-bangunan tua dari masa sebelum Perang Dunia II berjejer di kiri kanan jalan. Di beberapa tempat tampak warung sake gaya lama dengan kendi-kendi putih besar bertumpuk di depan pintunya. Inilah bagian kota lama Tokyo, wilayah yang pernah terselamatkan dari pengeboman tentara sekutu pada Perang Pasifik 1941 lantaran aset buku-buku berharga di atasnya. Di sinilah terletak kota buku Jimbocho--pusat perdagangan buku Jepang yang sudah aktif semenjak abad kesembilan belas. Sisi selatan jalan itu adalah rumah bagi sekitar 136 toko buku tua, buku langka dan buku bekas, 30 toko buku baru, 25 agen distribusi, dan sejumlah besar perusahaan penerbitan dan editing. Buku adalah mesin waktu. Buku bekas dan buku antik dijual di sepanjang jalan wilayah Kanda-Jimbocho. Foto (c) Nick D. Wikimedia Commons  Tumpukan dan pajangan buku tampak

Lawatan ke Ciptagelar

Gambar
Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi adalah salah satu masyarakat adat dengan tradisi yang sangat erat terkait dengan padi. Di Kasepuhan yang telah berusia sekitar enam ratus tahun ini, sepanjang tahun ada   kurang lebih 58 ritual, sebagian besar terkait kegiatan menanam, memanen, mencicipi, mengolah padi. Budaya padi begitu luhur sehingga ada pantangan tidak boleh memperjual-belikannya. Semua hasil panen sawah milik warga disimpan di lumbung-lumbung sekitar tempat tinggal mereka. Kasepuhan Ciptagelar dengan demikian mampu berswasembada dan memiliki cadangan beras hingga puluhan tahun ke depan. Saya berkesempatan mengunjungi kesepuhan pimpinan Abah Ugi ini pada 11-13  Agustus 2017. Bersama tim penyelenggara opentrip dari Lokali, saya datang pada masa yang kebetulan bertepatan dengan pelaksanaan salah satu kegiatan tahunan, yakni Ponggokan atau Serah Jiwa. Kegiatan ini semacam sensus penduduk untuk mendata jumlah seluruh keluarga, harta, padi, mesin yang ada di seantero kasepuhan dan k