Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Perpustakaan

Gambar
Perpustakaan Erasmus Huis, Jakarta. 23 September 2017 BERKUNJUNG ke perpustakaan adalah sebuah kegiatan yang gemar saya lakukan bersama anak saya sejak dia berusia satu tahun. Dia senang bermain dengan buku, membolak-balik halamannya yang penuh gambar berwarna atau sekadar menggigit-gigit kertasnya yang tebal. Ketika kami tinggal di Koganei, Tokyo, lokasi perpustakaan itu  dapat ditempuh dengan lima belas menit bersepeda dari rumah. Setibanya di sana saya biasanya langsung naik ke lantai dua yang dikhususkan untuk anak-anak, tanpa keharusan menitipkan tas di pintu masuk. Di lantai dua itu terdapat panggung kayu setinggi kira-kira dua puluh centimeter untuk tempat bermain dan membacakan buku bagi anak-anak balita. Panggung seluas empat meter persegi itu terletak di salah satu pojok ruangan. Sepanjang dua sisi panggung yang menempel ke dinding berjejer rak pendek penuh buku cerita bergambar. Di depannya terdapat beberapa kotak kayu berisi buku-buku untuk anak di atas satu tahun, sepert

Spice Souk di Hari Bendera

Gambar
Spice Souk adalah pasar tradisional yang berlokasi di wilayah Deira, sebelah timur kota Dubai. Sesuai namanya, salah satu pasar tertua di Dubai ini menjual bermacam-macam rempah dan herbal yang banyak digunakan dalam masakan Arab dan Asia selatan, minyak wangi,  barang kerajinan, tekstil dan suvenir.  Tempat yang sangat fotogenik. Di depan dan di dalam toko rapi berjejer karung-karung plastik berisi tumpukan warna-warni biji pala, safron, kayu manis, pistachio, kacang-kacangan. Kosakata saya terbatas untuk menyebut semua jenis rempah yang tersedia di sini. Bahkan beberapa di antaranya bisa jadi baru untuk pertama kali saya lihat. Hari itu, 2 November 2017, pasar penuh hiasan bendera berwarna hijau, merah, putih dan hitam, karena saya berkunjung tepat sehari menjelang Hari Bendera Uni Emirat Arab. Sejak 2004, tanggal 3 November diperingati sebagai UAE Flag Day untuk menghormati perjuangan dua bersaudara pendiri negara itu, Syekh Zayed dan Syekh Rashid.

Serba Mega(h) di Dubai

Gambar
Semua serba diupayakan menjadi yang terhebat di dunia di negeri ini. Dubai, UEA. Negeri teluk yang kaya ini ingin menunjukkan kemampuannya menyediakan segala puncak pencapaian manusia di  segala bidang: arsitektur, teknologi, hiburan, pengalaman kuliner belanja. Jumeirah, Burj Al-Arab, The Dubai Mall, Burj Al-Khalifa adalah tempat-tempat untuk melihat pembuktian ambisi itu.  Bangunan Burj al-Arab, didesain oleh Tom Wright, mencapai ketinggian 321 meter dan adalah bangunan tertinggi yang sepenuhnya digunakan sebagai hotel. Burj Khalifa, gedung pencakar langit di Dubai,  yang diresmikan pada 4 Januari 2010. Ketinggian mencapai 828 meter. The Dubai Mall, pusat perbelanjaan yang luasnya setara 50 kali lapangan sepak bola.  Dubai Aquarium and Underwater Zoo di dalam The Dubai Mall Dubai Fountain, airmancur yang menyemprotkan air hingga setinggi 150 meter ke udara, dan dikoreografi untuk menari mengikuti irama musik.   Pengunjung di dalam The Dubai Mall

Sharjah Book Fair 2017

Gambar
Sharjah Expo Center Sharjah tampaknya bakal menjadi kota penting dalam industri perbukuan dunia. Bertepatan dengan perhelatan pameran buku internasional ke-36 di kota ini pada akhir Oktober lalu, pemerintah kota Sharjah secara resmi meluncurkan Sharjah Publishing City (SPC), sebuah kompleks perkantoran yang berambisi menjadi destinasi bisnis buku global. SPC disiapkan untuk menjadi tempat beroperasinya 500 perusahaan penerbitan dari seluruh dunia, dengan kapasitas mencetak satu juta buku sehari. Penerbit-penerbit dari berbagai negara diajak memanfaatkan fasilitas zona bebas pajak dan akses strategis ke pasar Timur Tengah, Afrika dan Asia dengan berkantor di sana. Kota terbesar ketiga di Uni Emirat Arab ini sedang berupaya untuk menjadi “ibukota budaya Islam” dan “pusat budaya dunia Arab”. Ini tampak dari dukungan luar biasa pemerintahnya pada penyebaran budaya baca dan literasi. Melalui program “ Knowledge without Borders ”, pemerintah Sharjah telah menyedikaan perpustakaan mini

Caio Mario Garubba dan Mei Mei

Gambar
Pada bulan ini saya mendapatkan dua buku foto tentang Cina dalam waktu berdekatan. Yang pertama adalah Il Cinesi Nel 1959 karya Caio Mario Garruba, yang kedua Mei Mei Little Sister: Portraits From a Chinese Orphanage karya Richard Bowen. Cina tahun 1959 adalah negara yang sedang bergumul dengan revolusi di bawah pimpinan Mao. Sulit diakses orang luar, tak banyak yang bisa melihat negeri itu dari dalam. Foto-foto Caio adalah di antara yang pertama mendapat kesempatan langka berada di tengah masyarakat Tiongkok pada masa-masa itu. Banyak foto diambil di Lapangan Tiananmen Beijing, pelabuhan Shanghai, rekaman aktivitas masyarakat di Wuhan, Nanjing, Chongqing, dan beberapa tempat yang tak diidentifikasi. Tiongkok tergambar di buku foto ini sebagai tempat penuh massa, bergerak dalam ritme massal, kuat dalam tradisi, seni, dan ragam aktivitas pekerjaan. “Caio Mario Garrubba – I cinesi nel 1959” Richard Bowen memotret anak-anak yatim Cina di 15 panti asuhan. Sejak kebijakan

Komunitas Reptil Bandung

Gambar
Bandung  menyandang gelar kota kreatif. Salah satu cirinya adalah keberadaan berbagai wadah untuk menampung segala macam aktivtas yang menarik warganya. Hari minggu yang lalu, di Taman Cilaki, saya melihat salah satu komunitas unik yang berkumpul di sana untuk menyalurkan hobi mereka yang bagi saya tidak biasa: memelihara reptil. Ular, buaya, biawak, beragam bunglon, juga kura-kura. Anak-anak muda yang tergabung dalam wadah ini punya misi meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya reptil dan ekosistemnya, menentang eksploitasi reptil untuk kepentingan bisnis, memperkenalkan reptil kepada anak-anak/ Berikut beberapa foto kegiatan mereka waktu itu. Komunitas Reptil Bandung didirikan tahun 2009 Anak-anak mengerubungi bearded dragon dengan tatapan takjub dan ingin tahu. Takut tapi ingin tahu Ular tidak perlu ditakuti. Reptil bisa menjadi binatang peliharaan yang lucu dan menghibur Tidak semua ular berbisa dan berbahaya. Dalam forum

Kebun Bibit di Maribaya

Gambar
Desa Maribaya di Lembang, terkenal akan usaha pembibitan tanamannya. Kebanyakan pekerja di kebun-kebun ini adalah ibu-ibu, mereka sangat sigap dan terampil mengembangkan bibit tanaman terutama sayuran, memasok bibit ke kebun-kebun sayuran di berbagai wilayah, bukan hanya di sekitar Lembang  tetapi hingga Jakarta dan Jawa Tengah. Mari sejenak kita tengok kegiatan mereka melalui foto-foto ini. Pagi masih berkabut ketika ibu-ibu berangkat bekerja di Desa Maribaya Lembang. Mereka berangkat dalam rombongan kecil, kostum kerja dikenakan sejak dari rumah. Perjalanan di tempuh dengan berjalan kaki, meskipun kebun-kebun tempat  mereka bekerja terletak cukup jauh dari tempat tinggal. Melintasi kebun sayuran sawi putih dan pak choi yang baru dipanen. Ibu Epon mempersiapkan bibit horenso (bayam Jepang) yang siap dikirim ke petani sayur Bibit horenso yang masih berumur kurang dari seminggu. Wadah tanaman bibit dibuat dari daun pisang.   Labu Jepang,

Cotton Tenants

Gambar
Saya suka penasaran pada "naskah terpendam". Naskah yang publikasinya tertunda hingga puluhan tahun setelah ia pertama dituliskan. Contohnya novel Marah Rusli yang berjudul "Memang Jodoh". Novel ini baru terbit setelah berlalu 50 tahun sejak naskah dituliskan. Saya suka memperhatikan gaya bahasa dalam naskah terpendam, istilah yang dipakai, yang bisa jadi terasa jauh beda dengan kelaziman sekarang, dan tentu saja relevansi kontennya dengan masa sekarang. Belum lama ini saya menemuk an satu buku lain yang semacam itu: "Cotton Tenants: Three Families." Ceritanya pada 1936, majalah Fortune menugaskan penulis/penyair James Agee dan fotografer Walker Evans untuk membuat laporan tentang kehidupan petani kapas di Alabama. Mereka menghabiskan waktu dua bulan tinggal bersama keluarga-keluarga di sana dan menghasilkan laporan sepanjang 30.000 kata. Akan tetapi majalah Fortune batal menerbitkan laporan tersebut. Mungkin, seperti banyak