Blog adalah Percakapan

 

Merja kerja blogger  (c) Yuliani Liputo
Meja kerja blogger


Banyak orang bilang, era blogging sudah sekarat. Blog menuju kematian. Konon katanya warga net tidak suka membaca panjang. Oleh karena itu, media sosial yang berisi status-status pendek dan foto atau gambar lebih disukai daripada blog yang biasanya berisi teks panjang dan hanya sedikit gambar. 

Saya tidak sepakat dengan pandangan ini. Bagi saya blog belum akan mati, karena blog adalah juga sebuah percakapan. Dan, di era media sosial seperti sekarang ini, blog hadir memberikan tempat untuk menemukan percakapan yang lebih matang.

Pada awalnya memang blog adalah sebuah jurnal pribadi. Orang menggunakan blog sebagai wahana menerbitkan cerita, catatan harian, diari. Sifatnya satu arah. Saya pun menggunakan blog dengan maksud semacam itu pada awalnya. 

Blog ini saya mulai pada 2003. Benar-benar saya maksudkan sebagai tempat berlatih menulis, mencatat ide-ide dan pikiran yang berseliweran setiap hari, tanggapan spontan terhadap berita dan peristiwa, atau  sekadar mencatat kegiatan saya hari itu.

Bloger pada tahun 2003 masih sangat kaku. Tidak banyak template dan widget yang bisa digunakan untuk meningkatkan performa blog. Belum ada alat analitik yang mengulik trafik kunjungan. Benar-benar pada fungsi mendasar sebuah blog: untuk menerbitkan tulisan di internet dengan stamp waktu dan jam.


Kalau saya melihat kembali catatan-catatan yang saya terbitkan di blog pada tahun-tahun awal itu, isinya komentar saya tentang Perang Irak-Kuwait, awal serangan Amerika ke Irak yang entah kenapa begitu mengganggu nurani kemanusiaan buat saya waktu itu, lalu catatan tentang pengalaman bersama anak-anak, suasana kehidupan di Tokyo, catatan tentang tanda-tanda pergantian musim yang sangat nyata tampak di sana--dibandingkan dengan di Indonesia. 

Saya hampir melupakan blog ini untuk beberapa lama setelah pulang ke Indonesia. Frekuensi posting turun drastis selama kurang lebih empat tahun dari 2005 hingga 2009. Mungkin karena pada saat itu saya juga mencoba beberapa paltform lain yang juga populer untuk blogging seperti Multiply, Geocities. 

Multiply punya kelebihan jejaring sesama pengguna. Geocities menawarkan desain situs yang lebih leluasa. Kita tahu keduanya saat ini sudah hilang dari peredaran. Kemudian mulai bermunculan media sosial. Sejak 2009 saya ikut menjadi pengguna Facebook, Twitter, berlanjut dengan Instagram pada 2015.


Bisa dibilang blog adalah pengalaman terpanjang saya dalam interaksi virtual. Kini setelah hampir dua puluh tahun mengguakan blog, saya bisa mengatakan bahwa blog semestinya adalah sebuah percakapan. Menulis di blog bukan sekadar untuk menerbitkan tulisan lalu membiarkannya di sana. Blog semestinya bukan monolog, tapi untuk memancing percakapan yang lebih luas. 

Karena itulah posting di blog perlu disebarkan melalui sebanyak mungkin kanal, agar meraih pembaca yang lebih luas, menjadi percakapan yang lebih dalam. Bagaimana pun, blog dibuat dengan pemikiran yang lebih dalam daripada status di media sosial. Dalam posting blog yang dibuat dengan kesungguhan, ada kematangan pemikiran yang layak untuk dibagikan. 

Blog tidak akan bertahan lama jika isinya tak memberi manfaat. Blog yang tidak bermanfaat akan mirip seperti halaman rumah yang dibiarkan terlantar--rumput liar akan tumbuh memenuhinya, namanya akan terlupakan dan rapuh.

Lalu bagaimana kiatnya agar blog dapat bertahan lama: lakukan update secara teratur, sebarkan tautan  posting blog baru maupun lama melalui banyak kanal, berfokus pada satu tema yang jelas. 

Dengan blog yang hidup, blog yang memiliki fokus yang jelas, kita akan memiliki napas lebih panjang. Blog belum akan mati, karena kita membutuhkan percakapan yang lebih mendalam.


Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pesan dari Capernaum

Pidi Baiq dan Karya-karyanya