Postingan

Sharjah Book Fair 2017

Gambar
Sharjah Expo Center Sharjah tampaknya bakal menjadi kota penting dalam industri perbukuan dunia. Bertepatan dengan perhelatan pameran buku internasional ke-36 di kota ini pada akhir Oktober lalu, pemerintah kota Sharjah secara resmi meluncurkan Sharjah Publishing City (SPC), sebuah kompleks perkantoran yang berambisi menjadi destinasi bisnis buku global. SPC disiapkan untuk menjadi tempat beroperasinya 500 perusahaan penerbitan dari seluruh dunia, dengan kapasitas mencetak satu juta buku sehari. Penerbit-penerbit dari berbagai negara diajak memanfaatkan fasilitas zona bebas pajak dan akses strategis ke pasar Timur Tengah, Afrika dan Asia dengan berkantor di sana. Kota terbesar ketiga di Uni Emirat Arab ini sedang berupaya untuk menjadi “ibukota budaya Islam” dan “pusat budaya dunia Arab”. Ini tampak dari dukungan luar biasa pemerintahnya pada penyebaran budaya baca dan literasi. Melalui program “ Knowledge without Borders ”, pemerintah Sharjah telah menyedikaan perpustakaan mini

Caio Mario Garubba dan Mei Mei

Gambar
Pada bulan ini saya mendapatkan dua buku foto tentang Cina dalam waktu berdekatan. Yang pertama adalah Il Cinesi Nel 1959 karya Caio Mario Garruba, yang kedua Mei Mei Little Sister: Portraits From a Chinese Orphanage karya Richard Bowen. Cina tahun 1959 adalah negara yang sedang bergumul dengan revolusi di bawah pimpinan Mao. Sulit diakses orang luar, tak banyak yang bisa melihat negeri itu dari dalam. Foto-foto Caio adalah di antara yang pertama mendapat kesempatan langka berada di tengah masyarakat Tiongkok pada masa-masa itu. Banyak foto diambil di Lapangan Tiananmen Beijing, pelabuhan Shanghai, rekaman aktivitas masyarakat di Wuhan, Nanjing, Chongqing, dan beberapa tempat yang tak diidentifikasi. Tiongkok tergambar di buku foto ini sebagai tempat penuh massa, bergerak dalam ritme massal, kuat dalam tradisi, seni, dan ragam aktivitas pekerjaan. “Caio Mario Garrubba – I cinesi nel 1959” Richard Bowen memotret anak-anak yatim Cina di 15 panti asuhan. Sejak kebijakan

Komunitas Reptil Bandung

Gambar
Bandung  menyandang gelar kota kreatif. Salah satu cirinya adalah keberadaan berbagai wadah untuk menampung segala macam aktivtas yang menarik warganya. Hari minggu yang lalu, di Taman Cilaki, saya melihat salah satu komunitas unik yang berkumpul di sana untuk menyalurkan hobi mereka yang bagi saya tidak biasa: memelihara reptil. Ular, buaya, biawak, beragam bunglon, juga kura-kura. Anak-anak muda yang tergabung dalam wadah ini punya misi meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya reptil dan ekosistemnya, menentang eksploitasi reptil untuk kepentingan bisnis, memperkenalkan reptil kepada anak-anak/ Berikut beberapa foto kegiatan mereka waktu itu. Komunitas Reptil Bandung didirikan tahun 2009 Anak-anak mengerubungi bearded dragon dengan tatapan takjub dan ingin tahu. Takut tapi ingin tahu Ular tidak perlu ditakuti. Reptil bisa menjadi binatang peliharaan yang lucu dan menghibur Tidak semua ular berbisa dan berbahaya. Dalam forum