Ulasan Foto: Martine Franck



Joel Meyerowitz, fotografer Amerika legendaris, mengatakan momen melihat itu tak ubahnya seperti terbangun. Kebenaran pernyataan ini kita rasakan saat ketika melihat foto-foto berkesan. Foto-foto yang membuat kita terhenti sejenak untuk memperhatikan dengan cermat, dan gambarannya melekat dalam ingatan untuk waktu lama. Mata kita seperti dibukakan oleh foto-foto yang penuh rasa humor, misteri, dan kejutan; memperlihatkan betapa momen sehari-hari yang biasa-biasa saja ternyata mampu menggerakkan pikiran dan memicu lintasan ide yang menyala seketika.

Dalam tulisan ini saya ingin mengulas dua foto yang saya suka, mencoba mengartikulasikan apa yang membuat saya tertarik, dan mengendapkan dalam pikiran saya kriteria foto-bagus untuk digunakan secara spontan ketika memotret. Melihat foto yang bagus adalah salah satu cara melatih mata agar lebih peka dalam merekam momen.

Dua foto yang saya pilih di sini adalah karya Martine Franck, fotografer kelahiran Belgia 1938 yang menemukan renjana fotografinya pada 1963 dalam perjalanan panjang ke Asia. Setahun kemudian, dia mulai bekerja sebagai fotografer lepas di Paris, melakukan reportasi dan pemotretan untuk majalah Vogue, Life dan New York Times

Martine Franck disebut oleh wartawan Financial Times sebagai fotografer yang berdiri "dalam bayangan pohon besar", yaitu suaminya, Henri Cartier-Bresson. Ketika melakukan pameran solo di Paris 2003, Martine Franck mulai keluar dari bayang-bayang pohon besar itu.

Saya mengenal namanya pertama kali melalui buku Women/Femmes (Steidl, 2010). Buku ini menampilkan  foto-foto terpilih karya Franck yang bertema tentang kaum wanita. Dia memotret perempuan buruh pabrik di Bucharest hingga geisha di Kyoto, bintang film, seniman, penulis dan pekerja teater. 

Seperti ditulisnya di situs Steidl mengenai buku tersebut, "saya memotret para perempuan yang saya kagumi, yang telah melakukan hal penting dalam hidup mereka, yang berani memberontak melawan takdir mereka, juga perempan-perempuan yang dekat dengan saya seperti anak dan cucu saya, serta teman-teman." 

Foto pertama yang saya pilih diambil di Tory Island. Pada 1993-1995, Franck sering berkunjung ke pulau di barat laut Irlandia itu untuk memotret kehidupan sehari-hari komunitas tradisional Gaelic yang hidup terpencil di sana.  

Foto ini menggambarkan dua anak sedang melompati pagar sambil berpegangan tangan. Kegembiraan mereka terbekukan dalam sejenak di udara. Bayangan yang jatuh di dinding pagar, kontras tajam dengan baju anak di sebelah kiri yang putih terang, rambutnya terangkat oleh gerakan melompat. 

Langit pucat  di atas mereka, dinding pagar rendah, dan lapisan pasir di bawah yang menunggu hunjaman kaki-kaki mereka membentuk tiga bagian datar saling menyambung. Kehadiran mereka di atas latar yang menjemukan ini memberi gestur dinamis yang menyenangkan.


Martine Franck Tory Island. Donegal, Ireland. 1995.© Martine Franck | Magnum Photos


Ekspresi gembira yang ditularkan foto ini adalah hal pertama yang membuatnya menarik. Bagi saya, itu segera mengingatkan pada persahabatan masa kecil, ketika keberanian yang belum banyak menemui kegagalan dipadu rasa ingin tahu dan kesenangan bermain bersama sebaya. 

Tak ada keraguan tentang apa yang ingin menjadi pusat perhatian dalam foto ini, semua hadir di dalam bingkai tanpa tambahan yang tak perlu. Bayangan tajam tentu saja menyiratkan foto diambil bukan di jam-jam terbaik pemotretan. Tapi itu justru menguatkan cerita yang disampaikan oleh ekspresi anak-anak yang menemukan kesenangan meski di bawah terik matahari.

Setajam itu pula impresi yang didapat dari foto pilihan kedua. Foto ini diambil di sebuah perpustakaan khusus untuk anak-anak, Bibliothèque de Clamart, Hauts-de-Seine, pada 1965. Pertama kali melihatnya saya langsung mencoba menempatkannya pada rotasi sembilan puluh derajat, dan mendapatkan kesempurnaan yang sama. Foto anak-anak yang mengintip di tepian tangga spiral ini tak terkekang oleh definisi arah dan bentuk.


Martine Franck, Bibliothèque pour enfants, Clamart, France. 1965


Anak-anak pengunjung perpustakaan tentunya datang dengan membawa rasa ingin tahu. Mereka pada usia yang tidak suka menyembunyikan rasa penasaran. Satu pancingan kecil entah berupa seruan terkejut atau suara yang menarik perhatian akan segera menjalar dari ujung ke ujung barisan. 

Bisa dibayangkan wajah-wajah mereka seketika muncul di tepian susuran tangga spiral secara bersamaan seperti putik-putik bunga baru mekar. Tak ayal, gambaran ini terasa segar dan mengundang senyum. 
Ada sentuhan humor dan kejutan yang ditampilkan di dalam foto ini. Secara format, ada garis pengarah yang jelas menuntun mata kita mengikuti bentuk mengerucut ke tengah. Kemudian, secara intuitif, kita mencoba membaca peristiwa yang menarik perhatian mereka di bawah dengan mencermati ekspresi wajah anak-anak. 


Pelajaran yang saya ambil dari membaca dua foto ini adalah tentang kejelasan subjek dan cerita yang disampaikan. Foto yang baik tidak menimbulkan keraguan pada yang melihatnya tentang ke arah mana pandangan kita harus diarahkan. Kalau kita sering dimaafkan ketika bicara tak jelas, boleh minta diulang dan ditambahkan penjelasan, foto yang tak jelas tak punya peluang untuk dimaafkan.  

Martine Franck kepada wartawan The Daily Telegraph mengatakan bahwa dia tertarik pada fotografi karena dia pemalu. "Saya menyadari bahwa foto adalah cara ideal untuk mengatakan kepada orang-orang apa yang terjadi tanpa harus berbicara." Dia berbicara lewat fotonya, dengan cara yang jelas.





Bacaan:

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"