Jerusalem: Kota Mitos (2)

Dinding Ratapan di waktu senja, Jerusalem. Photo credit: VanderWolf-Images/CanvaPro
Dinding Ratapan di waktu senja, Jerusalem. Photo credit: VanderWolf-Images/CanvaPro

Artikel ini merupakan nukilan dari buku Jerusalem: One City, Three Faiths (Karen Armstrong, 1997). Edisi Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dapat dipesan di sini.


Siapakah Bani Israel? Injil menceritakan bahwa mereka berasal dari Mesopotamia. Pernah bermukim lama di Kanaan, tapi kemudian bencana kelaparan memaksa mereka hijrah ke Mesir pada 1750 SM. Mulanya mereka hidup makmur di sana. Tapi keadaan memburuk, Bani Israel jatuh menjadi budak. Di bawah pimpinan Nabi Musa, mereka hijrah dari Mesir sekitar 1250 SM. 

Musa tak berhasil membawa mereka kembali ke Kanaan. Dia meninggal sebelum rombongan mencapai Tanah yang Dijanjikan. Empat puluh tahun mereka hidup nomadik di Tanjung Sinai, hingga pada 1200 SM, Joshua, pengganti Musa, berhasil memimpin Bani Israel kembali ke Kanaan -- yang saat itu dikuasai oleh Jebusit dan bernama Jerusalem.

Peristiwa hijrah bersama Musa ini disebut Eksodus. Bani Israel menciptakan mitos di seputar peristiwa tersebut. Eksodus menjadi lambang perlindungan khusus dari tuhan Yahweh terhadap Bani Israel. Keberhasilan mereka mencapai Jerusalem dimitoskan sebagai bukti bahwa Bani Israel adalah umat pilihan tuhan. Setiap tahun orang Yahudi memperingatinya dengan festival Passover (Pesah), merayakan pembebasan dari perbudakan di Mesir dan bersatunya mereka dengan Tanah yang Dijanjikan.
Mitos eksodus merupakan faktor penting di balik lekatnya kata "suci" pada Jerusalem. Ketika Nabi Sulayman mendirikan Kuil Pertama di Bukit Zion untuk menyimpan Tabut Perjanjian Musa ketika mereka hidup nomad di Tanjung Sinai -- lahirlah mitos lain bahwa bangunan itu adalah tempat bersemayamnya tuhan mereka, Yahweh. Pemahkotaan Yahweh di Kuil Bukit Zion, membuat Jerusalem disebut Kerajaan Tuhan.

Seluruh peribadatan Bani Israel awal berpusat pada Kuil Sulayman ini. Kuil memberi mereka rasa kembalinya surga yang hilang, menjadi simbol kesucian, sumber kesuburan dan keteraturan dunia. Ziarah ke kuil merupakan sebuah pengalaman mi'raj ke tempat di mana dunia batin bertemu dengan dunia lahir. Kultus kuil memberi Bani Israel rasa terikat pada suatu tempat di dunia:

Akhirnya, gagak kembali menemukan rumahnya-- camar mendapatkan sarang untuk anak-anaknya di altarmu, wahai Yahweh Sabaoth. (Mazmur 84:3)

Penghancuran Kuil Pertama pada 586 SM oleh Nebuchadnezzar dari Babylon merupakan bencana besar bagi Bani Israel. Yahweh tidak berhasil melindungi kerajaannya. Dia dikalahkan oleh Marduk, dewa Babylon. Jerusalem hancur tak bisa ditinggali. Bani Israel kembali nomad. 

Di pengasingan Babylon, hal pertama yang mereka rasakan adalah keterpisahan dari Yahweh. Bani Israel tak bisa melepaskan diri dari mitos bahwa tempat bersemayam Yahweh adalah di kuil Bukit Zion. Tak mungkin mereka bisa mendirikan kuil bagi Yahweh di Babylon, satu-satunya tempat ibadah yang sah bagi Israel adalah Jerusalem. Duka menyelimuti mereka di pengasingan. Bani Israel merasa, dosa-dosa merekalah penyebab hancurnya Jerusalem.

Tujuh puluh tahun mereka menjadi budak bangsa Babylon. Pada 520, Bani Israel kembali ke Jerusalem, atas kebaikan Raja Cyrus dari Persia yang mengalahkan Babylon. Ketika merayakan festival Sukkoth, memperingati penghancuran Kuil Pertama, bertetesan air mata mereka menyaksikan puing-puing Kuil Sulayman yang dulu perkasa. Tak ragu lagi, mereka harus kembali membangun kuil yang lebih hebat dari yang pertama.

Musim gugur 520 SM, fondasi Kuil Kedua mulai digelar. Pada 23 Adar (Maret) 515 SM, Kuil Kedua yang sederhana berdiri tegak tepat di atas reruntuhan Kuil Pertama, untuk menegaskan kesinambungannya dengan tradisi suci terdahulu. Arsitekturnya tidak berubah, karena rancangan "Rumah Tuhan" itu diwahyukan Yahweh kepada Daud dan Sulayman. Tapi kini, Kotak Perjanjian tak lagi disimpan di sana. Kotak itu hilang tanpa jejak dalam penaklukan Babylon.
Selama berabad-abad kuil ini menjadi ungkapan esensi Judaisme; ia menempati pusat emosi orang Yahudi, menguatkan identitas mereka yang rawan. Tak heran jika mereka gelisah ketika mendengar niat Herod, Raja dari Romawi untuk Jerusalem pada abad kedua SM, untuk merenovasi Kuil Kedua.

Apakah Herod akan menghancurkan bangunan yang ada sekarang, tapi kemudian gagal menyelesaikan bangunan baru karena kehabisan dana? Akankah dia setia mengikuti rancangan Kuil sebagaimana diwahyukan kepada Daud dan Sulayman?

Herod ternyata membuat Kuil Kedua menjadi bangunan yang sangat megah. Herod cukup bijak untuk tidak melakukan inovasi apa pun dalam hal rancangan arsitektur Kuil, dia hanya memperluas plazanya hingga mencakup areal seluas sekitar empat belas hektar. Tembok-tembok penyangga yang dibuat Herod dibangun menggunakan batu-batu besar yang beratnya mencapai dua hingga lima ton, seperti yang terlihat di bagian bawah Tembok Barat sekarang.

Tapi Kuil indah yang berdiri pada 19 SM ini dihancurkan lagi oleh kaisar Romawi, Titus, ketika masuk ke Jerusalem pada 70 M. Tentara Romawi membakar habis Kuil Kedua, meruntuhkan tembok-tembok kuil dan menjadikan Jerusalem sebuah kota Romawi dengan nama Aelia Capitolina. Yang tersisa hanya tembok besar penyangga plaza, yang kini disebut Tembok Barat. Sekali lagi Bani Israel menjadi pengungsi. Sekali lagi Kuil mereka dihancurkan, tapi kali ini takkan dibangun kembali.

Kaum Yahudi tak bisa lagi beribadah di Kuil. Sebagian dari mereka masuk gereja, ide tentang Al-Masih memberi mereka harapan untuk membangkitkan kembali kultus lama. Sebagian berpaling ke mistisisme Yahudi, Kabbalah. Ada pula kelompok Yahudi yang berpantang dari daging dan anggur, karena tak lagi bisa mempersembahkannya pada Tuhan di Kuil. Hidup tak lagi seperti sebelumnya.

Untuk apa lagi matahari bersinar Jika cahaya Zion telah dipadamkan? (2 Baruch 10)

Kehilangan Kuil Kedua mengilhami tumbuhnya Judaisme baru, yang tak lagi berpusat pada Kuil di Bukit Zion. Jerusalem pun menyaksikan kelahiran agama dan mitos-mitos baru untuk menyucikannya.

Link ke bagian (1) (3) (4)
Edisi Indonesia dapat dipesan di sini

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"