Menuai Apa yang Ditanam

Orang menuai apa yang dia tanam. Saya sering terpikirkan peribahasa itu belakangan ini. Saya melihat contohnya pada diri Mas Hernowo yang sekarang seperti sedang memetik apa yang dia tanam tujuh tahun yang lalu: virus menulis dan membaca. Benih itu menyebar ke lingkungan sekitarnya, lingkungan kerja, sekolah dan keluarganya, tapi tentunya paling kuat tertanam dalam dirinya. 
Sekarang, hasilnya sudah terlihat. Mas Hernowo telah menghasilkan tujuh buku dalam kurun tiga tahun belakangan. Bulan ini beliau memulai sebuah kursus pelatihan menulis kilat, dan sepanjang waktu tujuh tahun itu dia berubah menjadi seorang pembicara publik untuk soal motivasi menulis. 
Saya jadi bertanya pada diri saya apa yang saya tanam sekarang? Apa yang ingin saya tuai dalam tahun-tahun mendatang? Saat ini, yang paling saya anggap penting adalah menjalankan peran sebagai ibu. 
Saya barusan memesan buku The Joyful Mother of Children dan Teaching Your Children Values, keduanya dari Linda Eyre. Saya ingin menjadi ibu yang berhasil dalam mendidik anaknya. Itulah yang paling saya perhatikan dari hari ke hari, meskipun saya tahu tidak jarang saya terpeleset jatuh ke dalam ketidaksabaran dalam menjalankan tugas itu. Tidak mengapa, asalkan saya kembali ke arah yang saya tuju (ingat navigasi pesawat yang selalu keliru dan dikoreksi hingga akhirnya tiba di tujuan). 
 Selain soal di atas, saya juga ingin bisa melakukan sebuah kegiatan kecil yang rutin, yang kalau saya lakukan dengan tekun akan membuahkan hasil yang besar. 
Kita sering meremehkan apa yang bisa kita lakukan dalam waktu yang singkat, padahal kegiatan kecil yang terus diulang-ulang akan menjadi sebuah bangunan kebiasaan yang kukuh. Barangkali kita sering tidak sabar untuk segera melihat hasil itu. Produktivitas selalu diukur dengan hasil yang terlihat, tapi ada kegiatan-kegiatan yang--seperti menanam bambu--tunas pertamanya baru terlihat setelah bertahun-tahun, dan setelah itu pertumbuhannya akan berlangsung cepat. Saya berharap bisa melakukan sesuatu yang seperti itu dalam hari-hari saya. 
 Mulai minggu depan, insya Allah, keluarga ini akan mendapatkan tambahan seorang anggota baru. Ini berarti sebuah pergeseran lagi dalam cara saya menjalani hari-hari. Waktu untuk kebutuhan pribadi saya akan menjadi semakin sedikit. Betapa pun begitu, saya tidak ingin kehilangan visi, tidak ingin terbenam di sana dan lupa dengan benih-benih yang harus saya tanam untuk kemajuan diri sendiri.

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"