Postingan

Memoar seorang Joseph Anton

Setelah hampir seperempat abad hidup dalam persembunyian--semenjak mendapat fatwa hukuman mati dari Ayatollah Khomeini pada 14 Februari 1989-- pada bulan ini Salman Rushdie menerbitkan sebuah memoar untuk dirinya sendiri dengan judul  Joseph Anton: A Memoir .  Kita tahu, hukuman itu difatwakan kepada Salman Rushdie  setelah dia menuliskan novel  Ayat-Ayat Setan  yang dinilai menghujat Islam, Nabi Muhammad dan Kitab Suci Al-Quran. Sejak saat itu Salman Rushdie bersembunyi, senantiasa pengawalan agen keamanan, tak bebas bepergian, bahkan diminta polisi menggunakan satu nama kode untuk dirinya. Dia memilih nama depan dari dua penulis yang dikaguminya: Conrad dan Chekov. Nama kodenya adalah Joseph Anton.   Secara pribadi saya tertarik untuk membaca memoar ini. Setelah menerjemahkan dua karyanya ke dalam bahasa Indonesia,  Midnight's Children  dan  Luka and the Fire of Life , saya terpikat pada luasnya imajinasi Rushdie dan kelincahannya memainkan kata.  Kisah kehidupan

Aplikasi Visa Jerman? Nggak Ribet!

Gambar
Dalam persiapan mengurus visa jerman, saya sangat banyak terbantu oleh serpihan catatan para blogger-traveler yang berserakan di web. Pengalaman dan cerita mereka meninggalkan berbagai kesan, ada yang bikin lega karena mereka menjalani proses yang mudah dan cepat, ada yang bikin waswas karena penulis blognya mendapat macam-macam rintangan, bahkan gagal dapat visa.  Saya ingin membalas kebaikan itu dengan membagi pengalaman saya sendiri, menambahi sedikit referensi buat siapa pun yang mungkin membutuhkannya. Siapa tahu pencarian dengan keywords visa jerman di google mengantarkan anda singgah di blog ini.  Kesan pertama: mengurus visa schengen melalui kedutaan Jerman lebih sulit dibanding melalui kedutaan negara lain dalam kelompok negara schengen. Lebih ketat dan ribet. Kalau mau lebih mudah, banyak yang menyarankan untuk mencoba lewat kedutaan Belanda--mungkin karena Indonesia bekas negara jajahan Belanda sehingga diberi kemudahan. Tapi itu berarti tiket pesawat yang dipe

Korean waves in Indonesian publishing

It is very interesting to observe how Korean waves wash the shore of Indonesian publishing. This year more and more publishers are turning their attention to the country of Gangnam style to find titles to publish. Recent surge of publication includes So I Married an Anti-Fan by Kim Eun Jeon, Guiyeoni's Romance of Their Own, a chick-lit best-selling titled Style by Baek Young-Ok, and Wonderful Radio by Lee Jae Ik. Among the first original Korean novels published in Indonesia are Please Look After Mom (Shin Kyung-sook), and  Hyun Kyung Sohn's My Princess, both were released in early 2011. That was the beginning of K-pop influence to be seen in book publishing in Indonesia, following the fever of Korean television drama that has come earlier. Before this literary surge, Korean book translation are primarily educational comic like the wildly popular "Why?" series and other similar type of comics favorited by students. After this first batch, there was a wave of non-or

Drama Perburuan "The Casual Vacancy"

Gambar
“ J.K. Rowling has a new book... and it's not for kids. ” Demikian kalimat pembuka dari majalah berita perbukuan  Publishers Weekly  ketika pertama kali mengabarkan tentang rencana penerbitan novel dewasa pertama karya penulis fenomenal J.K. Rowling. Berita itu pertama kali menyebar pada 23 Februari 2012. Tak banyak informasi yang disampaikan sumber-sumber berita saat itu. Semuanya hanya menyebutkan bahwa penerbit Little, Brown di Inggris telah mendapatkan hak penerbitan atas novel tersebut; bahwa novel yang diageni oleh The Blair Partnership ini akan dieditori oleh David Shelley. Rincian lain menyangkut judul, jumlah halaman, dan tanggal publikasinya akan diumumkan belakangan di tahun ini. Ditegaskan pula bahwa buku ini akan diterbitkan dalam edisi cetak dan digital sekaligus. Meski hanya dengan sejumput kecil informasi, tanggapan dan komentar dari berbagai penjuru begitu riuh. Karya pengarang yang telah mengguncang dunia dengan tujuh novel dalam serial Harry Potter in

Seoul, Kota Penuh Gaya

Gambar
Segalanya tampak trendi di kota Seoul. Metropolitan berpenduduk 25 juta jiwa ini menampilkan banyak kejutan menyedapkan mata di berbagai sudutnya. Bangunan modern berdampingan dengan bangunan tradisional yang tetap dilestarikan, taman-taman kota yang indah, sungai dan saluran air yang ditata apik dengan gemerlap lampu warna-warni di malam hari. Koneksi Internet seperti oksigen di seluruh udara kota, wi-fi ada di mana-mana. Sebuah kota yang nyaman dan menyenangkan.

Oleh-oleh dari Seoul

Gambar
Menghadiri sebuah pameran buku internasional  mem buat saya diliputi rasa salut dan kalut. Salut melihat luasnya kreativitas yang ditampilkan dalam ajang tersebut; kreativitas dalam pengemasan produk, penataan stan pameran, pemanfaatan teknologi dalam produksi dan distribusi, dan percabangan produk baru ditampilkan dengan cara yang fantastis mencengangkan. Kalut karena jadi dibanjiri banyak ide dan wawasan baru untuk menyemarakkan perbukuan di negeri sendiri. Di Seoul International Book Fair (SIBF) yang diselenggarakan 20-24 Juni lalu, kreativitas itu tampak menonjol dalam hal desain, inovasi produk dan kepercayaan diri. Sebelumnya SIBF tak masuk hitungan sebagai pameran penting. Untuk wilayah Asia, yang biasa disebut sebagai event penting perbukuan internasional adalah pameran buku Tokyo, Beijing dan Iran. Kini Seoul tak bisa diabaikan karena Korea Selatan dengan penuh rasa percaya diri menyeruak ke ajang internasional tahun ini dengan mengundang penerbit-penerbit negara l