semangat itu, seperti keimanan, bisa naik turun. kemarin saya memiliki keyakinan seorang prajurit untuk terus maju. untuk tidak mudah menyerah berhadapan dengan keterbatasan, bahkan rasa mustahil. saya tahu, saya akan kehilangan bara semangat itu jika saya tidak segera menyambutnya dengan tindakan, layaknya saya membiarkan nyala kecil ditiup angin. saya mesti menjaganya biar tetap menyala, membesar dan membuahkan hasil. pagi ini saya bangun agak terlambat. sedikit rasa pesimis menyelinap, apakah saya akan benar-benar mampu membuat perbedaan satu tahun dari sekarang. perubahan itu dibuat dari hari ke hari. tapi saya rasanya menghadapi hari-hari yang sama selalu. kapan saya bisa berbeda?
"Memento Vivere"
John Willam Waterhouse, A Tale from the Decameron, 1916 Di kota Florence, Italia, tahun 1348. Wabah Bubonik sedang mencengkeram. Perkampungan kosong, kekacauan di mana-mana, rutinitas hidup sehari-hari telah ditinggalkan. Orang yang terdampak virus konon akan mendapati bisul tumbuh di selangkangan atau ketiak mereka, lalu bintik-bintik hitam di kaki dan tangan. Ada yang tampak sehat di pagi hari, tapi pada waktu malam sudah bergabung dengan leluhur mereka di alam baka. Kematian begitu cepat terjadi, sering kali dalam kesendirian karena setiap orang harus menjauhi yang sakit agar tak terjangkit. Sekelompok anak muda memutuskan pergi meninggal kota untuk melakukan karantina mandiri. Sepuluh orang, yang terdiri atas tujuh perempuan dan tiga lelaki, menyingkir ke luar kota untuk menghindari sengsara yang melanda, karena tak ada yang bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan tumpukan mayat-mayat terus bertambah dan mendengar kabar tentang siapa yang mati hari ini. Yang mereka lakukan dal
Komentar
Posting Komentar