Hening Pagi


Ditemani secangkir teh hangat dan sepotong roti, aku memulai rutinitas pagi. Memeriksa apa yang harus dilanjutkan dari pekerjaan kemarin dan meluangkan waktu untuk sedikit menulis. Aku suka memulai hari dengan cara ini. Pagi yang hening segar, pikiran masih bugar, dan hari masih seperti lembaran baru yang belum lagi ternoda berbagai kesalahan dan kekecewaan. Hanya setengah jam pertama. Setelah itu, kesunyian yang megah ini akan pecah oleh berbagai suara, dan kesibukan sehari-hari akan menyergap. Waktu hening berakhir.

Apakah setiap orang butuh waktu untuk menyendiri? Begitu kamu bertanya. Aku menjawab ya, dan saat hening itu secara nyata bisa kudatangi setiap pagi. Kamu bilang, waktu menjadi wadah yang tak perlu. Betul, waktu untuk menyendiri bisa diciptakan kapan saja. Meski begitu, aku ingin masuk ke dalamnya lebih dari momen keheningan yang dihadirkan dalam pikiran di tengah keriuhan. Ya, aku tahu, tak selalu hening pagi ini bisa kumasuki. Aku memberi toleransi pada diri sendiri untuk tidak selalu bisa menemuinya. Setidaknya aku tahu, ketika aku butuh kehehingan, ada saat yang tepat untuk itu setiap hari.

(sumber foto: farm4.static.flickr.com)

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"