Kehilangan dan Kebaruan





Setelah tiba pada usia tertentu, hidup berubah menjadi serangkaian kehilangan demi kehilangan. Sebuah kutipan dari Haruki Murakami melintas di linimasa pagi ini. Diambil dari 1Q84. 

Saya sudah baca tamat babon tiga jilid dengan ketebalan total seribuan halaman itu (review di sini). Tapi jujur saya lupa pada bagian mana kalimat itu muncul. Seperti buku-buku Murakami lainnya, kalimat-kalimat layak kutip bertaburan di buku itu. 

Tapi, membacanya lepas dari konteks cerita begini, kalimat itu terasa kurang menggairahkan. Bunyinya terdengar sangat pesimistis. 



Barangkali ada benarnya dari sudut pandang tertentu. Setelah tiba pada usia tertentu, kebaruan seperti berhenti muncul. Hari-hari terasa jenuh, ketakjuban kita menjadi tumpul. Kepala terlalu penuh informasi, tak banyak lagi yang dapat mengejutkan kita. 

Sesungguhnya, di titik usia mana pun sebenarnya kita akan mulai kehilangan sesuatu. Sejak hari pertama kita ada di sini. Hari ini akan berlalu menjadi kemarin. Kenangan dari waktu demi waktu yang dilewati mulai mengisi ruang tengah ingatan. Teman-teman dari masa-masa yang lalu satu per satu tidak lagi bisa dijumpai. Apa-apa yang sempat digenggam terpaksa harus dilepaskan, karena tak seorang pun bisa melawan laju sang waktu. 

Tapi seiring dengan itu, hal-hal yang baru juga terus berdatangan. Apa yang belum ada kemarin, datang menemui kita hari ini. Selama kita masih bergerak di lintasan waktu, yang baru dan yang lama selau datang silih berganti. 



Itu sebabnya saya merasa kalimat tersebut kurang asyik. Dari seorang yang lebih suka memandang hidup secara positif, kalimat itu terasa seperti curhat seorang teman yang sedang apes saja. Pada saat suntuk, kita cenderung punya cara pandang yang kelam, rasa hilang harapan. Gelap itu hanya sementara, ia ada hanya karena tiada cahaya. 

Maka, saya lebih suka membaliknya. Setelah tiba pada usia tertentu, hidup berubah menjadi serangkaian kebaruan demi kebaruan. 

Semoga tidak terdengar seperti kalimat seorang motivator, bukan kalimat klise dan kosong, penuh kata-kata besar yang tak bermakna. 

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"